Selasa, 28 Desember 2010

Kendala Dalam Proses Pers

Makalah Kuliah Managemen Pers Dakwah
Mahasiswa Semester VII /IAIT Tribakti Kediri
Minggu, 05 Desember 2010


“Tidak ada satu pun yang dapat mematikan kemauan untuk bekerja lebih hebat daripada merenungkan seluruh pekerjaan itu ketika kita melakukannya dalam situasi yang sulit dan di bawah tekanan.(Eric Maisel)
SEJAK UU No 40/1999 tentang Pers dan Kode Etik dimunculkan, kebebasan pers di Tanah Air kian terasakan. Terutama jika mencermati bunyi Pasal 9 Ayat (1): “Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.” Implikasi dari pasal tersebut, direspon oleh Menpen Yunus Yosfiah (waktu itu) untuk membebaskan perusahaan pers dari SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers).
Dampak paling nyata dari kebebasan pers ialah munculnya penerbitan koran, majalah, dan tabloid baru. Baik yang bersifat populer maupun serius, sama-sama memiliki keinginan untuk terbit dan eksis. Oleh karena itu, dari segi kuantitas jumlah media di Indonesia makin beragam dan variatif. Hal itu juga terasakan di ranah kampus melalui penerbitan majalah dan jurnal ilmiah, baik yang dikelola dosen maupun mahasiswa.

Namun, kemunculan penerbitan yang beragam dan variatif itu ternyata tidak otomatis mampu mendongkrak kualitas penerbitan. Ada kalanya sebuah penerbitan di edisi awal dilakukan dengan kerja keras. Di sisi lain, ada pula penerbitan yang mengalami gulung tikar alias bangkrut. Untuk itulah, dalam konteks saat ini para pengelola penerbitan harus segera berbenah diri guna meningkatkan mutu penerbitan medianya masing-masing.
Ada argumen, sukses-tidaknya penerbitan amat bergantung dari jumlah iklan yang termuat. Argumen lain justru mengatakan, bergantung dari tinggi-rendahnya mutu SDM. Jika boleh berpendapat, keduanya amat benar. Artinya, baik iklan maupun SDM sama-sama penting untuk diperhatikan sekaligus ditingkatkan. Dengan demikian, paling tidak ada tiga faktor yang perlu diulas kaitannya dengan manajemen penerbitan pers.
Ketiga faktor tersebut ialah redaksi, perusahaan, dan sirkulasi. Ketiganya memegang peran dalam kerja-kerja penerbitan media secara profesional. Jika ketiganya berperan tidak optimal, kelak mutu penerbitan akan kurang bagus. Selain itu, kinerja pengelola tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Untuk itulah, ketiganya perlu terus dibenahi. Mudahnya kita istilahkan dengan departemen editorial, usaha/advertensi, dan sirkulasi.
Departemen Editorial
Departemen ini memiliki fungsi, yaitu mengumpulkan berita atau bahan tulisan lain berupa opini, gambar, data, dsb. Singkatnya, menyinggung soal kerja para wartawan dan redaktur surat kabar. Jika merujuk UU No 40/1999, khususnya Bab I, kita akan ketahui bahwa wartawan ialah “orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.”
Adapun kegiatan jurnalistik, jika merujuk lagi dari UU No 40/1999, khususnya Bab I ialah “…meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.”
Dalam UU No 40/1999, Bab III Pasal 7 Ayat (1) dan (2), kita bisa mengetahui sosok wartawan yang sesungguhnya. Bahwa wartawan itu, “bebas memilih organisasi wartawan”, dan “memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.” Adapun Kode Etik Jurnalistik yang dimaksud ialah kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers. Ada dua bentuk yang dikenal selama ini, yaitu Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Di samping itu, sesuai bunyi Pasal 8 UU No 40/1999, bahwa profesi “wartawan dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari mendapat perlindungan hukum.” Adapun “perlindungan hukum” ialah jaminan perlindungan Pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan begitu, dalam menjalankan tugasnya wartawan akan merasa aman dan nyaman.
Lazimnya, departemen ini dipimpin oleh seorang pemimpin redaksi (disingkat Pemred). Tanggung jawab pemimpin ini sangat dominan. Jabatan ini biasanya diduduki oleh wartawan senior yang mampu bertanggung jawab atas pelaksanaan redaksional dan wajib melayani hak jawab dan koreksi. Secara hukum, posisi pemred akan bisa leluasa jika harus memindahkan pertanggungjawabannya kepada anggota redaksi dan pihak lainnya.
Berikut ini susunan departemen editorial.
SKEMA DEPARTEMEN EDITORIAL
Pemimpin Redaksi
Wakil Pemimpin Redaksi
Redaktur Pelaksana
Redaktur Halaman/Desk

Reporter – Koresponden – Pembantu Tetap/Lepas - Fotografer

Departemen Mekanik
Departemen ini bertugas membantu departemen editorial. Berita dan bahan tulisan lain dikirimkan ke komputer operator dan diserahkan ke bagian percetakan. Tugas percetakan ialah menggandakan semua bahan yang sudah diramu dan diracik bagian redaksi dan tata letak. Departemen ini dipimpin oleh pemimpin percetakan. Oleh karena itu, pemimpin bagian ini kudu paham mengenai jenis kertas, tinta, film, plate, dan sebagainya.
Departemen Usaha
Guna menjalankan kedua departemen di atas, maka (1) halaman iklan harus dijual ke publik/umum, (2) pembeli harus dicari dan dikejar, (3) koran dan majalah harus dikelola secara profesional, dan oleh karenanya ini merupakan tugas dari departemen usaha. Departemen ini memiliki fungsi utama, yaitu mengatur bisnis penerbitan, pemasaran, dan pengelolaan keuangan. Bila dikelola baik, kelak departemen justru akan mendukung dua departemen sebelumnya.
Dalam UU No 40/1999, khususnya Bab II Pasal 3 Ayat (2), “pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.” Maksudnya, perusahaan pers dikelola sesuai dengan prinsip ekonomi, agar kualitas dan kesejahteraan para wartawan dan karyawannya semakin meningkat dengan tidak meninggalkan kewajiban sosialnya. Dengan begitu, profesionalisme pengelolaan keuangan menjadi suatu tuntutan yang harus dilaksanakan oleh tiap-tiap perusahaan pers.
Selain Pasal 3 Ayat (2), pers nasional juga diharapkan sesuai Pasal 10, yaitu “…memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.” Adapun maksud “bentuk kesejahteraan lainnya” ialah peningkatan gaji, bonus, dan lain-lain. Pemberian tersebut dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara manajemen perusahaan dengan wartawan dan karyawan pers.
Departemen Sirkulasi
Departemen ini bertujuan untuk mendistribusikan media (koran, majalah, tabloid, dsb) kepada pembaca secara ajeg (kontinu) dan area yang telah ditentukan. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi penerbitan media/pers tanpa pembaca, tentu tidak akan berjalan secara optimal. Untuk itulah, penanganan yang bisa dilakukan ialah pembentukan biro-biro penerbitan di tiap-tiap daerah kabupaten/kotamadya.
Misalnya, harian Jawa Pos yang sudah memiliki beberapa biro daerah (Radar Jogja, Radar Solo, Radar Kediri, Radar Surabaya dsb). Demikian pula dengan harian Republika dan Kompas. Kedua media massa nasional itu juga memiliki biro daerah, di antaranya Biro DI Yogyakarta dan Biro Semarang. Diharapkan, dengan didirikannya biro tersebut akan memudahkan sirkulasi media ke pembaca, atau dari penerbitan pusat (Jakarta) ke daerah-daerah lainnya.


Kendala Penerbitan Media Berbasis Kampus/Lembaga Pendidikan
Menurut Suroso (2003), ada beberapa kendala dalam pengelolaan penerbitan media kampus. Di antaranya, yang menyangkut (a) SDM, (b) pendanaan, dan (c) sirkulasi. Guna menyiasatinya, pengelola penerbitan media kampus harus bisa memilih jenis majalah/jurnal yang sesuai dengan pasar pembaca. Tentu saja, pembaca yang dibidik ialah pembaca yang sesuai dengan visi dan misi yang telah disepakati.
Beberapa kendala tersebut di antaranya ialah:
1. Belum terciptanya deskripsi kerja berdasarkan tugas keredaksian, usaha, dan sirkulasi. Pembiayaan penerbitan media biasanya dari dana kampus, para pengelola bertugas secara serabutan (bisa kerja di manapun), dan waktu penerbitan yang tidak ajeg (kontinu).
2. Topik-topik yang dipilih kurang menarik dan tampilan fisik media juga kurang bagus. Hal itu disebabkan oleh minimnya dana dan terbatasnya pengetahuan para pengelola (misalnya, penyunting, penata grafis, dan tata letak).
3. Kurangnya pasokan naskah yang akan diterbitkan. Hal ini bisa disiasati dengan memesan naskah ke pakar/ahli, mengadakan bank naskah, baik yang asli maupun terjemahan, atau “memaksa” redaktur untuk menulis.
4. Terbatasnya ruang sirkulasi dan kurang diminati oleh para pembaca. Hal ini bisa diatasi dengan mengubah orientasi penyajian topik-topik non-kampus sehingga pihak lain akan dapat menerimanya.
Catatan Penutup
Setelah mencermati hal di atas, kiranya kita ambil kesimpulan bahwa penerbitan pers/media perlu dikelola secara profesional, tak terkecuali penerbitan berbasis kampus/lembaga pendidikan. Untuk itulah, paling tidak kita bisa membenahinya melalui (a) membuat deskripsi kerja yang jelas, terutama soal ranah keredaksian, (b) pemilihan topik-topik baru, menarik, kraetif, dan bisa dicerna oleh semua kalangan, (c) merangkul lembaga lain untuk menjadi founding. Semoga bermanfaat.(***)

Rujukan
• Leonard Mugel. 1979. Everything You Need to Know to Make It in the Magazine Business. New Jersey: Prentice Hall.
• J. Wiulliam Click and Russel N Baird. 1986. Magazine Editing and Production. Iowa: Brown Publisher.
• LE Manhua. 1986. Aspek-aspek Manajemen dalam Industri Persuratkabaran Indonesia dalam Era Informasi: Perkembangan, Permasalahan, dan Perspektifnya. Jakarta: Sinar Harapan.
• Suroso. “Keredaksian dan Pengelolaan Majalah”. Makalah dalam Pelatihan Pengelolaan Media Intern Gereja GKJ Klasis Yogyakarta Utara di GKJ Condong Catur, 2 April 2003.

Rabu, 15 Desember 2010

Trekuh media pendekatan jiti taqorub pada allah

Tarekat Awam Dan Tarekat Khos

Dalam wacana Syadziliyah ada tahap dimana, para penempuh jalan Sufi melakukan melalui dua metode:

Metode pertama melalui cara yang ditempuh khalayak awam (umum) dan ada pula yang ditempuh oleh khalayak khusus (Khos). Pandangan awam maupun Khos di sini, tidak bersifat sosiologis maupun intelektual. Tetapi bersifat spiritual. Penentuan seseorang melalui sistem Awam atau pun Khos, hanyalah bentuk penempuhan itu sendiri. Sebagaimana dalam Al-Qur’an ada istilah al-Muhibbin dan Al-Mahbubin, ada ash-Shiddiqin dan ada pula ash-Shadiqin. Konteks lain dari istilah Sufi, ada proses yang bersifat Al-Murid ada juga dengan proses Al-Murad. Jadi kategori di atas hanyalah kategori proses penempuhannya. Karena itu dibutuhkan Mursyid Kamil Mukammil untuk membimbing, masing-masing terhadap kedua proses di atas.

Dalam Al-Mafakhir, dikutip ucapan asy-Syadzily tentang kategori penempuhan di atas, beliau mengatakan secara panjang lebar:

“Perlu diketahui bahwa pengetahuan yang menurut pemiliknya dianggap terpuji, hal itu bisa dianggap gelap bagi ahli hakikat. Ahli hakikat ini adalah mereka yang yang menyelami Lautan Dzat dan kedalaman Sifat-sifat. Di sana, mereka tanpa memiliki hasrat. Dan mereka itulah kalangan elit atau Khos yang Luhur. Yaitu mereka yang menyertai martabat para Nabi dan Rasul, walau pun martabat para Nabi dan Rasul itu lebih mulia. Sebab mereka ini mempunyai bagian dari martabat itu, karena baik Nabi maupun para Rasul dari ummat ini, pasti mempunyai pewaris, dan setiap pewaris mempunyai bagian dari peninggalan warisannya. Nabi saw, bersabda, “ Para Ulama itu adalah pewaris para Nabi.” Dan tentunya para pewaris itu memiliki kedudukan yang diketahui dari yang mewariskannya, dari segi pewarisan ilmu pengetahuan dan hikmah. Namun bukan dari segi perwujudan posisi dan kondisi anugerah ruhani (al-maqam wal-haal). Sebab maqam para Nabi itu terlalu luhur untuk diraih oleh selain para Nabi sendiri, semedntara setiap pewaris mendapatkan sebagian maqam itu menurut warisan yang diterimanya. Karena Allah swt, sudah berfirman, “Niscaya benar-benar Kami utamakan sebagian Nabi atas sebagian yang lainnya”. Begitu juga Allah memberikan posisi keutamaan para wali satu sama lainnya berbeda.

Para Nabi senantiasa menyertai Pandangan Allah, dan setiap pandangan yang melimpah dari pandangan para Nabi akan tertuang menurut kadarnya.

Sementara setiap Wali memiliki muatan yang spesifik, sehingga dunia Wali terbagi menjadi dua:

Satu bagian disebut sebagai para Abdal (pengganti) bagi para Nabi Bagian kedua, adalah pengganti para Rasul.

Abdal para Nabi disebut sebagai kalangan Shalihun, sedangkan Abdal para Rasul disebut ash-Shiddiqun. Antara Shalihun dengan Shiddiqun, posisi keutamaannya sama dengan antara para Nabi dan Rasul. Maka dari mereka, dan dari mereka pula. Hanya saja diantara mereka itu adala kelompok khusus yang mendapatkan substansi materi langsung dari Rasulullah saw, yang mereka saksikan dengan pandangan keyakinan.

Tetapi jumlah kelompok sedikit, namun dalam jumlah perwujudan hakkatnya cukup banyak. Setiap Nabi dan Wali selalu bermula dari substansi Rasulullah saw,. Karena diantara para Wali itu ada yang menyaksikan dengan pandangannya, dan sebagian mereka yang ada yang tersembunyikan pandangan dan substansi materinya. Mereka malah fana’ dalam anugerah yang turun padanya dan tidak tersibukkan dengan mencari substansi materinya itu, bahkan , mereka itu tenggelam dalam anugerah ruhani (haal) sampai tidak lagi melihat kecuali hanya pada “waktunya”.

Diantara mereka ada yang terlimpahi melalui Nur Ilahi, sehingga mereka dapat memandang memalui cahaya itu, dan mengenal urusannya secara hakikat. Dan yang demikian itu merupakan karomah bagi mereka, yang tidak bisa diingkari kecuali oleh mereka yang memang mengingkari karomah para Wali. Kita semua mohon perlindungan dari keingkaran terhadap sesuatu setelah kita mengenal sesuatu itu. Mereka itu menempuh Thariqat yang tidak ditempuh oleh yang lainnya.

Sebab jalan penempuhan (Thariqat) itu ada dua. Thariqat bagi kalangan Khos, dan Thariqat bagi kalangan publik (umum). Dimaksud dengan Thariqat Khos itu, adalah jalan yang ditempuh oleh kalangan yang Dicintai Allah (al-Mahbubin), yang merupakan Abdal para Rasul. Sedangkan Thariqat Umum adalah Thariqat yang ditempuh oleh para pecinta Allah (al-Muhibbin), yaitu Abdal para Nabi. Semoga Salam Sejahtera bagi mereka semua.

Thariqat Khos adalah Thariqat yang sangat elit yang sulit dicerna akal biasa, dan langka sekali yang mampu menguraikan substansinya. Bagi Anda cukup dengan Thariqat Umum, yaitu jalan penempuhan melalui satu tahap ke tahap lainnya yang lebih luhur hingga sampai pada suatu tahap tertentu, yaitu , “tempat duduk yang benar di sisi Raja Yang Maha Berkuasa”.

Jejak pertama yang harus dtempuh oleh seorang pecinta (al-Muhibb) adalah menaiki suatu tahap ke tahap yang lebih tinggi, yaitu Nafsu. Ia tersibukkan oleh sebab akibat di sana dan bagaimana seseorang mengolah nafsunya (mengendalikannya) sampai tangga kema’rifatan, Manakala ia telah mencapai tahap ma’rifat dan meraih hakikat di sana, ia akan mendapatkan pencerahan cahaya di tahap kedua, yaitu Kalbu. Dalam tahap ini ia berada dalam kesibukan “bersiasat” dalam dunia ma’rifatnya. Manakala tidak ada lagi yang tersisa tahapannya, ia menaiki tangga ketiga, yaitu Ruh. Lalu ia bersibuk diri dengan Siasat Ruh dan kema’rifatannya. Apabila ma’rifatnya sudah sempurna maka sedikit demi sedikit mengalirlah cahaya-caha keyakinan, sampai pandangannya lupa dengan luapan-luapan cahaya itu, sampai keyakinannya benar-benar jelas, sehingga ia tidak lagi mampu berfikir terhadap pencahayaan tiga tahap yang berlalu itu. Maka disanalah ia bebas berhasrat sesuai dengan kehendak Allah . Lalu Allah melimpahkan melalui Nur Akaly yang asli dalam Nur keyakinan. Maka ia menyaksikan adanya yang dimaujudkan tanpa batas dan pangkal, jika disandarkan pada si hamba tersebut. Sehingga lenyaplah seluruh jagad ini didalamnya.

Kadang-kadang seperti tabung yang terlihat di udara melalui cahaya matahari, maka, ketika cahaya matahari itu membakar, tabung itu tidak lagi tampak bekasnya.

Matahari itu adalah akal yang lazim, yang bisa memperlihatkan obyek, setelah terpenuhi oleh materi cahaya keyakinan. Apabila seluruh cahaya itu lenyap, maka seluruh jagad itu sirna pula, dan yang ada hanyalah yang maujud ini. Kadang tampak ada, kadang sirna, sampai ketika ia menghendaki kesempurnaan, ia dipanggil oleh panggilan yang lembut, tanpa suara, yang hanya bisa difahami saja. Hanya saja yang bisa menyaksikan selain Allah, tiada sesuatu yang lain selain Allah. Maka, disitulah ia bangun dan sadar dari “mabuk”nya. Lalu bermunajat, “Oh Tuhan, tolonglah daku…., Duh Gusti, tolonglah aku…sungguh aku telah musnah…”

Dari sana ia tahu dengan seyakin-yakinnya, bahwa siapapun tidak bisa selamat dari lautan itu melainkan karena pertolongan Allah. Disaat seperti itu dikatakan padanya, “Maujud ini adalah Akal, seperti yang disabdakan Rasulullah saw, bahwa yang pertamakali diciptakan oleh Allah adalah akal.” Pada hadits lain dijelaskan, “Allah berfirman pada akal itu, ‘Menghadaplah!’ dan akal itu pun menghadap.”

Hamba ini lantas dianugerahi rasa hina dan keselamatan melalui Cahaya Maujud itu, sebab batas dan ukurannya tiada terkira, sehingga ia tak mampu mengenalnya. Dikatakan padanya, “Betapa jauhnya, batas itu tidak bisa dikenal kecuali bersama Allah.” Lantas Allah Yang Maha Agung nan Luhur memberikan petunjuk melalui Cahaya Asma’-Nya, muncullah bagai sekelebat kedipan mata, atau seperti yang dikehendaki-Nya (Kami mengangkat derajat orang yang Kami kehendaki), kemudian Allah melimpahkannya melalui Cahaya Ruh Rabbany, lalu ia pun mengenal Maujud ini. Hamba tadi naik ke medan Ruh Rabbany, tiba-tiba sirna seluruh riasan keindahan yang menyertainya, lalu secara otomatis ia tersunyikan, tinggalah segala yang ada ini menjadi Maujud. Kemudian Allah menghidupkannya melalui Cahaya Sifat-sifatNya, lalu dengan kehidupan itu Allah menaikkan ke dalam pengenalan Maujud Rabbany itu.

Ketika hamba terurai dari dasar-dasar SifatNya, hampir-hampir ia sebutkan, “Dialah Allah”. Tiba-tiba ia ditemui oleh Pertolongan Azaly, lalu muncul panggilan, “Ingatlah! Bahwa maujud itu adalah yang tiada bolh disifati oleh siapa pun, tidak boleh pula dimengerti melalui ibarat apa pun melalui Sifat-sifatNya melainkan oleh ahlinya, namun melalui cahaya lain yang mengenalnya.” Kemudian Allah melimpahkannya melalui Cahaya Sirr Ruh (rahasia batin Ruh), tiba-tiba ia sudah duduk di pintu medan Sirr.

Hasratnya mengembang untuk mengenal Maujud itu yang tidak lain adalah Sirr itu sendiri. Namun, ia telah buta untuk mengenalnya, lalu seluruh sifat-sifatnya sirna, seakan-akan tak ada sesuatu pun padanya. Kemudian Allah melimpahkan Cahaya DzatNya, dengan limpahan Kehidupan Keabadian yang tiada hingga. Semua yang diketahui memandang dengan Cahaya Kehidupan ini, lantas seluruh penghuni Maujud ini menjadi Cahaya yang memancar pada segala yang ada, tidak lagi ada yang bisa disaksikan selain Dia. Muncullah panggilan dari jarak yang sangat dekat saat itu: “Janganlah terpedaya dengan Allah, karena yang Dicintai justru dari tirai (hijab), dari Allah, beserta Allah. Sebab mustahil Allah dihijabi oleh selain Allah.” Lalu ia hidup dengan kehidupan yang dititipkan oleh Allah di dalamnya. Hamba itu lalu berkata, “Duh, Gusti….BesertaMu, DariMu, KepadaMu, betapa tak berdayanya daku. Sesungguhnya aku memohon perlindungan padaMu dariMu, sampai aku tidak melihat lagi selain DiriMu.”

Itulah jalan yang tanjakannya menuju Hadirat Allah Yang Luhur, yaitu jalan ditempuh oleh para pecinta Allah (al-Muhibbin) , sebagai para Badal Nabi.

Sedangkan yang dianugerahkan pada salah seorang dari mereka setelah itu, tak satu pun orang yang bisa mengukur atau mendeskripsikannya.

Segala Puji hanya bagi Allah, atas segala nikmat-nikmatNya, dan shalawat serta salam semoga terlimpah padaMuhammad pengunci para NabiNya.

Sedangkan Thariqat kalangan Mahbubin (mereka yang dicintai-Nya) adalah langsung dari Allah, kepada Allah. Sebab mencapai jalan ini mustahil selain dari Allah Sendiri. Pijakan pertamanya, adalah tanpa pijakan itu sendiri, untuk mendapatkan Cahaya DzatNya. Mereka ini disembunyikan dari hamba-hamba-Nya, karena ia dianugerahi rasa cinta terhadap ketersembunyian. Segala amal-amal yang shaleh sangat kecil di matanya, sementara yang terlihat besar adalah Tuhannya bumi dan langit.

Ketika dalam keadaan demikian itu, tiba-tiba mereka mendapati dirinya berpakaian baju ilmu. Lalu mereka memandang, tetapi yang tampak, mereka itu bukan mereka. Lantas ia tertimpa suatu kegelapan yang menyembunyikan pandangan mereka, bahkan wahananya menjadi wahana tiada, tanpa sebab-akibat. Seluruh aturan sebab akibat terhempas, dan seluruh yang disebut sebagai yang baru sirna tanpa sesuatu yang baru, bahkan tak ada wujud lagi. Yang jelas justru tiada lagi, kecuali hanya Ketiadaan Murni itu sendiri, tanpa sebab dan akibat. Dan segala yang tanpa sebab langsung, berarti tidak ada obyek yang bisa dikenalnya. Segala yang yang bisa diketahui telah sirna, dan segala rumus telah musnah, sirna yang tidak diketahui kenapa dan bagaimana. Yang ada hanyalah “Substansi” yang ditunjukkan, bahwa Dia tiada bisa disifati dan tiada Sifat itu sendiri, bahkan tiada lagi Dzat. Segala Predikat, Asma’ dan Sifat telah sirna, maka tiada Nama, tiada Sifat dan tiada Dzat. Maka, muncullah “Yang” senantiasa Muncul, tiada sebab-akibat. Tetapi Dia menampakkan Rasia BatinNya, bagi DzatNya di dalam DzatNya, melalui pemunculan yang tiada awalnya. Namun Dia memandang dari DzatNya, bagi DzatNya, dengan DzatNya di dalam DzatNya. Para hamba itu hidup melalui PemumunculanNya dengan kehidupan yang tiada sebab-akibat di dalamnya. Lalu tampillah dengan seluruh Sifat-sifat yang Indah, yang tiada tahu mengapa dan bagaimana.

Jadilah ia yang pertama muncul, tiada kemunculan sebelumnya. Lantas menemukan segala sesuatu bersama Sifat-sifat-Nya, kemudian muncullah cahayaNya di dalam cahayaNya.

Pertama-tama yang muncul adalah SirrNya (rahasia batin), lalu muncullah (melalaui Sirr itu) kalbuNya, lantas muncul AmarNya melalui SirrNya di dalam SirrNya. Lalu muncullah segala dzat melalaui AmarNya di dalam Cahaya al-Qalam melalui Cahaya al-Qalam. Kemudian muncullah AkalNya dengan AmarNya dalam AmarNya, dan muncullah (dengan itu ) ArasyNya di dalam Cahaya LauhNya dengan Cahaya Lauh itu sendiri. Lantas muncullah RuhNya melalui AkalNya, dan melalui RuhNya muncullah KursiNya di dalam Cahaya ArasyNya melalui Cahaya Arasy itu sendiri. Lalu muncul jiwanya melalui kalbuNya, lalu muncullah melalui jiwaNya, orbit bagi kebajikan dan keburukan di dalam Cahaya HijabNya melalui Caha Hijab itu sendiri. Lalu muncul Jisim melalui JiwaNya di dalam JiwaNya, maka muncullulah melalui Jisim itu seluruh Jisim Alam Kasar baik di bumi maupun di langit.

Kesimpulannya, setiap alam kasar berada dalam Cahaya orbit melalui Cahaya orbit. Sehingga pijakan pertamanya bagi hamba tercinta yang sunyi ini adalah membuang jiwanya pada ketiadaan, yaitu pembuangan dalam wahana tiada sebab akibat. Yaitu menghadap pada ketiadaan melalui pengguguran sifat awwaliyah, akhiriyah, dzahiriyah dan bathiniyah.

Sehingga yang terjadi adalah menghadapkan sifat ketiadaan pada ketiadaan itu sendiri. Arti sifat ketiadaan bagi ketiadaan itu adalah segala hal yang berakhir pada pangkal tiada aksioma sebab akibat. Yaitu menyaksikan Allah Ta’ala seperti tiada penyaksian yang berhubungan, tetapi tidak terpisah. Penyaksiaan yang tiada sedikitpun adanya peluang kealpaan, dimana dalil pembuktiannya tidak ada aksioma sebab akibat di dalamnya maupun baginya, yaitu penyaksian Ketiadaan Murni.

Arti dari tidak adanya pembuktian sebab akibat yaitu kelaziman tiadanya penyaksiaan terhadap makhluk-makhluk yang bisa disaksikan, kemudian secara berurutan, dari ketiadaan murni itu, yaitu Mabuk dalam Lupa yang abadi, bahkan lupa terhadap kehidupan yang ditunjukkan dalam wacana pada posisi ini.

Ternyata, jalan hamba ini adalah Jalan Luhur, atau apa yang disebut dengan terlempar ke dalam Lautan Dzat, lantas ia tiada, lalu dihidupkan dengan kehidupan yang baik, kemudian dipindahkan � tanpa harus pindah � ke Lautan Sifat, kemudian Lautan Amar Rabbany, kemudian Lautan Sirri, lalu Lautan al-Qalam yang masih asli , lantas Lautan Ruh, kemudian Lautan Kalbu, lalu Lautan Nafsu, lantas Lautan Kebajikan , kemudian ia ditemukan dengan Lautan Sirri, lalu dilempar ke Lautan Qolamiyah, lalu Lautan Lauhiyah, kemudian Lautan Arsyiyah, lantas Lautan Kursy, kemudian Lautan Hijabiyah, kemudian Lautan Falakiyah. Ia dipertemukan dengan Lautan Sirri yang meliputi, kemudian dilempar ke Lautan Malakiyah, lalu ke Lautan Abalisah (keiblisan), kemudian Lautan Jinsiyah, baru ke Lautan Unsiyah.

Disana ia bertemu dengan Lautan Sirri, lalu dilemparkan ke Lautan Syurgawi, lalu Lautan Nirani (kenerakaan), kemudian dilempar ke Lautan Ihathah (keseluruhan yang meliputi) yaitu Lautan Sirri, lalu tenggelamlah di sana dalam ketenggelaman yang tidak keluar lagi selama-lamanya kecuali atas Izin-Nya. Bila Allah menghendaki ia diutus sebagai ganti dari Rasul yang menghidupkan para hambaNya. Jika Dia berkehendak lain, Dia menutupinya. Dia bertindak sesuai dengan kehendakNya.

Setiap Lautan dari Lautan-lautan itu, meliputi berbagai Lautan di sana, dimana jika orang yang Shaleh pengganti Rasul masuk di dalam Lautan paling kecil saja dari Lautan-lautan itu, pasti ia tenggelam di dalamnya dan tidak akan selamat lagi (mentas).

Semua itu merupakan gambaran Thariqat Umum dan Khusus. Hanya Allah Sendiri yang Terpuji.
Proyeksi yang dijadikan ilustrasi di atas sekaligus menggambarkan bagaimana tahapan spiritual, namun sekaligus juga maqam dan haal ruhani para Sufi. Lebih dari itu menggambarkan peta dunia metafisis dan struktur Wujud itu sendiri dalam perspektif teosofis.

Rabu, 08 Desember 2010

Ngelu torekoh metode pendekatan pada Allah

Hawya pegat ngudiya Ronging budyayu
Margane suka basuki
Dimen luwar kang kinayun
Kalising panggawe sisip
Ingkang Taberi prihatos
Janganlah berhenti, selalu berusaha berbuat kebajikan,
agar mendapat kegembiraan, keselamatan,
tercapai segala cita-cita, dan terhindar dari perbuatan yang bukan-bukan
Sedang caranya haruslah dengan gemar prihatin.
Kerajaannya adalah Surakarta......Ia adalah pengamal tarekat Naqshbandhi, yang pola lakunya menggunakan dzikir sirri ism dzat pada ketujuh titik lathaif......

Oleh karena itu dalam kebanyakan spiritualitas Jawa ada pepatah yang mengatakan
Rasa iku anane neng ati (qolb )
Sak njerone rasa ono rasa sejati (ruuhi)
Sak njero rasa sejati ono sejatining roso (sirri)
Sak njero sejatining roso ono roso sejatining roso (khafa)
Sak njerone roso sejatining roso ono azimat (akhfa/azimat)

Ajaran ini adalah ajaran tasawuf yang di-Jawakan....

Juga sering pula dikatakan golekana sejatining jowo, jowo sejati.....

Jowo sejati dan sejatining jowo tidak lain adalah sejatinya manusia atau jati diri orang Jawa.....

Kalao dalam ajaran spiritual Jawa ada pula :

Sugih tanpo bondho
Nglurug tanpo bolo
Menang tanpo ngasorake
Dhigdhoyo tanpo ajimat (azimat)

Azimat inilah adalah Cahaya di atas Cahaya yang berada dalam qolbu manusia, dan Cahaya di atas Cahaya (Nuur di atas Nuur) adalah Nuur Muhammad (dalam islam). Barangsiapa telah mendapatkan ajimat sejati ini, dia tidak membutuhkan kesaktian apa-apa, karena Nuur ini telah ada sejak sebelum Adam diciptakan.....

"Wahai Rasulullah, sejak kapa Engkau menjadi Rasul ?"....."Sejak Adam berada diantara ruuh dan jasadnya aku telah menjadi Rasul (Nuur)." Karena kalau kita memahami Esensi Muhammad (Haqeqatul Muhammadiyyah), maka sebenarnya kita tidak usah membabi buta membabat agama lain dan kebatinan Jawa, karena sebenarnya Kebatinan Jawa juga mencapai Nuur di atas Nuur tersebut melalui sufi-sufi yang kemudian dikenal sebagai ahli gnostik, ma'rifat dsb
llahLaku prihatin sebenarnya merupakan derivat dari laku spiritual yang universal......

Namun, di Jawa sebagian besar adalah dari para sufi-mursyid Jawa.....seperti halnya Ronggowarsito

Ada banyak pola laku, namun kesemuanya tidak lain dan tidak bukan adalah mengasah hati agar sampai pada derajat keterjagaan spiritual.....

Pemahaman keterjagaan spiritual ini sangat penting, terutama agar orang bisa memahami ayat-ayat kehidupan dalam realitas yang kita lihat.....

Semua yang kita lihat di luar (persepsi yang kita lihat) akan suatu kejadian akan sangat bergantung pada tingkat persepsi kita dalam memahami realitas....

Misalnya, jin itu memang ada sebagai makhluk subtle, makhluk halus, namun hanya orang yang bisa melihat dalam ranah energilah yang bisa melihat kemaujudannya....Udah barang tentu bentuk visualisasinya bisa sama ataupun beda antara satu dengan yang lain.......Kemampuan ini disebut ESP (Extra Sensory Perception) atau persepsi sensor ekstra atau disebut juga indera keenam......

Hal inilah yang menjadi alasan perbedaan para paranormal dalam melihat realitas jin.....

Namun perlu untuk diingat, diatas realitas subtle atau halus atau energi, terdapat realitas yang lebih tinggi lagi, yaitu ranah alam malaikat atau jabaruut (dalam bahasa Arab)....Nah untuk melihat realm ini harus menggunakan indera yang lebih halus lagi, yaitu indera sirri atau kalau dalam tingkatan qolbi adalah rasa sejatining rasa......Yang dalam istilah Syaikh Haqqani dalam situs nurmuhammad.com disebut sebagai HSP (High Sensory Perception) yang tingkatannya bisa lebih halus dibandingkan ESP yang "hanya" merupakan "bonus" dari kelima indera......

Sering sekali orang awam tidak memahami hal itu sehingga orang yang masih dalam tingkatan ESP sudah spiritualis, inilah yang sering mengakibatkan muculnya perawan hamil karena dukun, kyai gadungan dan lain sebagainya.....

Biasanya orang yang sudah bisa melihat dengan HSP biasanya tidak pernah koar-koar, bahkan malah menjalani kehidupan normal seperti manusia yang lain.....Misalnya seorang Direktur Utama di sebuah perusahaan bisa memiliki HSP karena derajat keimanannya kepada Tuhan......Meski ia tahu semua kebusukan orang di sekitarnya, namun ia tetap diam saja karena sesungguhnya kebusukuna-kebusukan itu merupakan realitas-realitas ujian baginya.......

Disinilah sang Direktur itu menjalankan TOPO NGRAME, yaitu bertapa atau laku spiritual dalam kehidupan ini dalam kondisi/di tengah keramaian.......

AKhirul Kalam, kesemua hal yang kita lakukan sebenarnya adalah laku spiritual itu sendiri menuju keterjagaan spiritual.....
Keluarlah dari duniamu, karena duniamu adalah belenggu dan penjara....bagi orang beriman, dunia adalah penjara......Keluarlah dari persepsi-persepsimu mengenai dunia dan dunia yang ada dalam diri kamu, karena dunia itu hanyalah ciptaanmu sahaja....Tempat kembali adalah Allah, Yang Maha Pencipta, yang menciptakan segala pencipta dunia dan pencipta dunia-dunia itu adalah manusia......

Keluarlah dari fikiranmu, karena fikiran itu adalah setan yang menghalangi engkau untuk melihat Allah.....Namun gunakanlah ‘aql dan ‘ilm dalam hidup dan dalam mencapai ma’rifat, karena seorang sufi pernah mengatakan bahwasanya, “Ma’rifat hanya dapat dicapai melalui qolb, syaratnya adalah ‘aql”........

Dunia hanyalah permainan dan sendau gurau belaka, gojek, dolanan, karena ga ada bedanya dengan permainan ilusi dan sulapan......Dunia itu yang menciptakan adalah diri kamu sendiri melalui permainan........DUNYA, Dal-Nun-Ya, Dal adalah Dhairah atau lingkaran, Nuun adalah Nuur atau Cahaya, Ya adalah Pengetahuan/Keyakinan....Suatu tempat dimana manusia mencari Cahaya Keyakinan dalam lingkaran yang berputar melingkar, tidak ada awal-tidak ada akhir....Dan hanya manusialah yang mengakhirinya....

Dunia bukanlah masalah disana, disebelah kanan maupun diluar, namun dunia itu terletak dalam persepsi kita dalam melihat apa yang kita lihat......Realitas yang kita lihat itulah dunia, maka keluarlah dari dunia menuju Realitas yang sebenarnya dengan tetap melihat dan berperan dalam apa yang seharusnya engkau lakukan......

“Laa illaha ilallahu”, Tiada realitas selain Realitas

Terdapat sebuah pepatah yang mengatakan, ada empat hal yang tidak akan pernah bisa ditarik kembali :
(1) Batu, setelah ia dilempar (Momen Ruang-gravitasi bumi, momen Ruang-lemparan kita dalam Ruang-Waktu)
(2) Kata, setelah ia terucap (Ether)
(3) Kesempatan, setelah ia hilang (Momen dalam Waktu)
(4) Waktu, setelah ia berlalu (Waktu)

Demi waktu, seseungguhnya orang itu merugi, kecuali orang yang beramal sholeh. Kesemua tergantung kepada waktu, karena waktu tak akan pernah kembali. Apapun yang telah lalu hanya menjadi memori bagi kita, seraya kita memohon kepada Yang Kuasa kita memohon ampun kepada-Nya akan kesalahan kita di masa lalu. Tuhan itu Maha Pengampun, ia Maha Pengasih lagi Penyayang.

Tidak seperti waktu yang telah Ia ciptakan dimana di dalamnya terdapat momen-momen yang telah diaturnya sedemikian rupa agar kita memahami kapan bergerak dan tidak bergerak, kapan berkata dan tidak berkata. Di alam duniawiah, semua memiliki konsekuensi, dan konsekuensi-konsekuensi akan mempengaruhi takdir kita.

Sayyidina Ali ibn Abi Thalib perah berkata, “Kita bergerak dari satu takdir ke takdir yang lain”. Ia berkata pula, “Di dalam diri manusia terdapat semesta yang digulung”. Di dalam diri kita terdapat semesta yang digulung, dimana di dalam diri kitapun terdapat semesta beserta persepsi kita akan semesta tersebut yang menghasilkan dunia kita....Ya, dunia dalam diri kita dari mana kita melihat semesta ini. Waktu dalam semesta telah diatur oleh Allah melalui Qodar-Nya, ia memberi dan menarik sesuai dengan siklus yang telah ia buat di dalam alam semesta itu. Ia Maha Adil atas semua kesempatan yang diberikan-Nya kepada manusia dan makhluk-makhluk-Nya. Namun, kita sedirilah yang tidak adil kepada diri kita sendiri, karena persepsi yang kita buat dalam semesta kita. Allah telah mengatur siklus rizki, telah mengatur siklus waktu agar kita berfikir tentangnya.
Waktu, momen, kata, dan gerak tidak akan pernah kembali, oleh karena itu bagaimana kita menggunakan keempatnya dalam semesta yang senantiasa berputar pada porosnya inilah tergantung pada bagaimana kita melihat, mendengar, merasa, membau dan menyentuh obyek wujud.

Waktu aku berusia lima tahun, aku pernah bertanya pada orang yang lebih tua daripadaku, namun ia tidak menjawab, namun mengalihkan pertanyaanku. Aku bertanya, “Siapakah yang mencipta mobil dan pesawat, Tuhan atau manusia ?”. Pertanyaan yang nampak sepele dan orang dewasa sering sekali melewatkan pertanyaan ini, karena kalau dikatakan Tuhan yang membuat dimanakah Tuhan, kalau dikatakan manusia yang membuat karena emang secara fisik manusia yang membuat.....

Tuhan telah menetapkan semua Qodar akan yang ada di langit dan bumi, apa yang ada dalam semesta ini, namun apakah benar takdir itu ditangan Tuhan ? Ataukah lebih tepatnya Qodar atau kadarlah yang ditangan Tuhan, namun karena manusia memiliki irodah dan bisa memiliki qudrah dalam kodratnya sebagai manusia atas idzin dari Tuhan melalui mekanisme semesta yanng juga diciptakan oleh Tuhan dalam cetak biru semesta, maka dapat dikatakan bahwa takdir itu ditangan Tuhan dan bukan di tangan Tuhan, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Arabi. Dan begitulah barangkali yang dimaksudkan oleh Sayidina Ali Karamallahu Wajhah, “kita bergerak dari satu takdir ke takdir yang lain”, namun atas idzin-Nya.

Sering sekali kita menyalahkan takdir atau mengatakan bahwa musibah itu ditangan Tuhan, namun sebenarnya Tuhanpun pernah berfirman, bahwasanya musibah itu tidak lain adalah karena kesalahan manusia itu sendiri. Dalam kehidupan ini kita disuruh berfikir secara melingkar mengenai segala sesuatu. Inilah yang kemudian kami sebut sebagai berfikir secara metakognitif......

Barangkali berbagai takdir-takdir buruk yang dialami oleh bangsa ini, juga karena kesalahan diri kita sendiri, dimana kecenderungan kesalahan itu sendiri berasal dari kecenderungan manusia serta dunia-dunia yang ia ciptakan di dalam dirinya....
Seperti konyolnya orang awam dalam menunggu Sang Ratu Adil untuk menyelamatkan bangsa kita dari takdir-takdir buruk...Bodoh dan tolol, karena membayangkan bahwa Ratu Adil itu terletak pada satu orang saja, dan lebih pada aspek personal......Nampaknya dunia-dunia yang tercipta dalam alam bawah sadar manusia selama ribuan tahun berkelindan dengan alam bawah sadar alam modern sehingga terciptalah harapan-harapan yang ( lebih kurang) tidak realistis.

Ketika jagad manusia berada dalam sistem kerajaan, dimana semua orang takluk pada raja dan rakyat hanya pasrah, orang bisa mengharapkan Ratu Adil berupa person atau manusia yang menggerakkan. Namun dalam kondisi dunia masyarakat yang berada dalam kondisi percaya-tidak percaya terhadap hal-hal mistis, apakah benar Sang Ratu Adil keluar dalam bentuk persona........Apakah Qodar Allah berubah, antara jaman dahulu dengan jaman sekarang ?

Cetak Biru Allah terhadap semesta itu berada di atas kemampuan logika formal manusia, Ia tidak berubah, namun manusialah yang memiliki sudut pandang yang berubah antara dulu-sekarang-masa yang akan datang. Hal itu mengakibatkan “Wahyu Ratu Adil” tersebut berubah bentuk, dari Persona kepada Ide, karena sebenarnya sang raja pada suatu wilayah “hanya” menjalankan perannya sebagai tempat keberadaan Ide hal inilah yang disebut sebagai WAHYU atau PULUNG. Keterbatasan manusia dalam memahami itu dijembatani oleh aspek persona dalam menerangkan suatu Ide, termasuk di dalamnya adalah Ide mengenai Sang Ratu Adil. Mungkin apabila ranah nusantara ini masih dipimpin oleh raja dengan raja sebagai wadah bagi suatu Ide yang kemudian memunculkan kultus persona, mungkin Tuhan melalui mekanisme semesta ini mengutarakan Ide Ratu Adil melalui someone. Tapi dengan syarat, kita bisa memutar jarum jam dan meletakkan kita kepada tradisi masa lampau penghimpun sistem masyarakat, yaitu adanya raja dan bentuk kerajaan. Esensi dari Ratu Adil tidak berubah, namun eksistensi-nya berubah......Kecuali kita bisa meluruskan sistem kognisi dan metakognisi serta membersihkan alam bawah sadar kognitif bangsa ini, maka bangsa ini tidak pernah akan melihat segala sesuatu secara jernih. Karena kejernihan dalam melihat dapat mempengaruhi bagaimana ia melihat dunia, bagaimana ia melihat dunia akan membentuk dunia di dalam manusia itu, dunia dalam manusia itu akan mempengaruhi apa yang keluar dari orang itu. Dan itulah takdirnya, karena kita bergerak dari satu takdir ke takdir yang lain, namun untuk melakukan itu, kita juga harus bisa menggeser dunia-dunia dalam manusia Nusantara, sehingga apapun yang keluar dari dunianya bisa memakmurkan bumi Indonesia.....

RATU ADIL ITU ADANYA YA.....DALAM DIRI KITA SENDIRI INI.....BUKAN MASALAH DI DIA ATAU DI MEREKA, NAMUN DI DALAM DIRI KITA MASING-MASING, NAMUN BISAKAH MENEMUKAN RATU ADIL ITU, DAN BISAKAH KITA MENERJEMAHKAN DAN MEMANCARKAN KE BUMI INI ????......ITULAH YANG MENJADI MASALAH
Orang Jawa sering mempertukarkan Kalam dan Qolam, sebagaimana dalam peristilahan yang dinisbatkan kepada Pena Penunjuk Sunan Giri atau disebut dengan Kalan Munyeng yang diartikan sebagai pena berputar. Kalau memang benar Kalam Munyeng dimaknai sebagai pena yang berputar seyogyanya diganti dengan istilah Qolam-Munyeng....
Mengacu pada ayat Al-Qur'an Surah Al-Qolam : 1
Nuun wa qolami wa maa yashturuun....."Nuun (dawat tempat tinta) dan Pena dan apa yang mereka tulis".....

Tulisan kejadian semesta, kejadian-kejadian, ayat-ayat hidup atau apapun merupakan hasil tulisan Pena di atas lembaran Lauh Mahfuzh, dimana Allah hanya mengucap "Qun", jadilah maka jadilah segala sesuatu.....


BLOG Kalam-Munyeng tidak akan berkutat makna sastra namun lebih banyak sebagai sharing ide mengenai kehidupan dan makna kehidupan.....

Mudah-mudahan kita semua bisa sharing mengenai hidup dan kehidupan, diantara gegap gempita tuntutan duniawi, pada malam hari sering kita merenung mengenai segalanya.....

Pada saat itulah, sebenarnya kita samar-samar mulai melihat Hasil Tulisan Pena dalam lembaran-lembaran dibalik realitas kehidupan.....

Marilah melihat kehidupan ini, dibalik profesi-profesi kita, dibalik semua suka dan duka kita, dibalik kesemua kejadian-kejadian di sekitar kita, cinta dan benci kita dalam melihat kejadian.....

"Iqra bismi Rabbikalladzi khalaq, khalaqal insaana min alaq".....

"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang mencipta, yang menciptakan kamu dari segumpal darah "
Mari kita baca dan renungi kehidupan ini bersama-sama......

Keluar dari keterkotak-kotakan duniawiah, dan kembali kepada keheningan, karena dalam keheningan ini kita bisa melihat segala ciptaan dengan jernih dan dalam kejernihan itu kita melihat Wajah Tuhan....."Inni wajahtu wajhiyya lilladzi fatarrasamawati wal 'ardl"

Hanya kepada Wajah Tuhanlah kita memandang, Tuhan Sang Pencipta Langit dan Bumi"......

Kaum bangsawan di Belanda menjulukinya Pangeran dari Tanah Jawa. Raden Mas Panji Sosrokartono, kakak R.A. Kartini, selama 29 tahun, sejak 1897, mengembara ke Eropa. Ia bergaul dengan kalangan intelektual dan bangsawan di sana. Mahasiswa Universitas Leiden itu kemudian menjadi wartawan perang Indonesia pertama pada Perang Dunia I.

Sosrokartono (1877-1952) adalah adik kandung Boesono. Keduanya adalah kakak RA Kartini, pahlawan emansipasi wanita yang setiap tanggal 21 April selalu dirayakan di seluruh pelosok Indonesia. Mereka adalah anak Bupati Jepara Raden Mas Adipati Ario Samingoen Sosroningrat untuk periode 1880-1905 dari perkawinannya dengan Ngasirah. Pasangan ini memiliki delapan anak.

Sosrokartono sering berpuasa. Jika tak berpuasa, ia jarang makan. Meski separuh lumpuh, ia masih menerima ratusan tamu yang datang dengan berbagai kepentingan, mulai dari sekadar meminta nasihat, belajar bahasa asing, hingga mengobati berbagai macam penyakit.

Pada setiap pengobatan, Kartono biasanya memberikan air putih dan secarik kertas bertulisan huruf Alif kepada pasien. Nasihat Eyang Sosro antara lain “Sugih tanpa banda / Digdaya tanpa aji / Nglurug tanpa bala / Menang tanpa ngasorake” (Kaya tanpa harta/ Sakti tanpa azimat/ Menyerbu tanpa pasukan/ Menang tanpa merendahkan yang dikalahkan).

Selama 29 tahun, Sosrokartono lebih dikenal sebagai seorang intelektual yang disegani di Eropa. Ia kerap dipanggil dengan sebutan De Javanese Prins (Pangeran dari Tanah Jawa) atau De Mooie Sos (Sos yang Tampan). Ia mengembara ke beberapa negara, kemudian menjadi wartawan perang. Ia juga pernah menjadi staf Kedutaan Besar Prancis di Den Haag, bahkan sempat menjadi penerjemah untuk Liga Bangsa-Bangsa.

Setelah melanglang Eropa sejak 1897, pangeran tampan dari tanah Jawa itu pun pulang. Ia ingin mendirikan sekolah sebagaimana dicita-citakan mendiang adiknya, Kartini. Ia juga ingin mendirikan perpustakaan.

Kartono kemudian menggalang dukungan dari kelompok pergerakan di Indonesia. Ia menemui Ki Hajar Dewantara. Bapak pendidikan itu lalu mempersilakan Kartono membangun perpustakaan di gedung Taman Siswa Bandung. Ia pun diangkat menjadi kepala Sekolah Menengah Nasional di kota ini.

Pada saat yang bersamaan, ia menyaksikan orang-orang kelaparan dan diserang berbagai macam penyakit. Kartono pun kemudian menjalankan laku puasa bertahun-tahun untuk merasakan apa yang juga diderita saudara-saudaranya. Ia juga menjadikan Darussalam sebagai rumah pengobatan.

Separuh badan Kartono lumpuh sejak 1942. Kartono mangkat pada 1952, tanpa meninggalkan istri dan anak. Ia dimakamkan di Sedo Mukti, Desa Kaliputu, Kudus, Jawa Tengah. Di sebelah kiri makam Kartono terdapat makam ibunya Nyai Ngasirah dan bapaknya RMA Sosroningrat.

Di dinding pagar besi di makam Kartono, terpasang tulisan huruf Alif dalam bingkai kaca seukuran 10R. Di bawahnya terdapat foto Kartono mengenakan setelan jas ala orang Barat. Di nisan sebelah kiri, tercantum kata- kata terpilih Kartono: Sugih tanpa banda, digdaya tanpa aji. Di nisan sebelah kanan tercantum kalimat: Trimah mawi pasrah(rela menyerah terhadap keadaan yang telah terjadi), suwung pamrih tebih ajrih (jika tak berniat jahat, tidak perlu takut), langgeng tan ana susah tan ana bungah (tetap tenang, tidak kenal duka maupun suka), anteng manteng sugeng jeneng (diam sungguh-sungguh, maka akan selamat sentosa).

Dalam beberapa tulisannya yang berisikan nasehat hidup, dia sering menggunakan nama Mandor Klungsu (Mandor Biji Asam Jawa) atau Joko Pring. Nama yang terakhir mungkin menunjukkan bahwa dia tidak menikah. Laku puasa, berdiam diri di ruang khusus, atau berdiri berjam-jam di malam hari merupakan wajah mistik RMP. Sosrokartono. Sampai sekarang masih banyak yang meneladani laku dan sikap hidup Pangeran dari Tanah Jawa ini. Bahkan ada yang mendirikan Yayasan Sosrokartono, untuk mengenang dan mendedikasikan gerakannya untuk Pribadi yang mulia ini
Nasihat Eyang Sosrokartono antara lain “Sugih tanpa banda / Digdaya tanpa aji / Nglurug tanpa bala / Menang tanpa ngasorake” (Kaya tanpa harta/ Sakti tanpa azimat/ Menyerbu tanpa pasukan/ Menang tanpa merendahkan yang dikalahkan).

Trimah mawi pasrah (rela menyerah terhadap keadaan yang telah terjadi), suwung pamrih tebih ajrih (jika tak berniat jahat, tidak perlu takut), langgeng tan ana susah tan ana bungah (tetap tenang, tidak kenal duka maupun suka), anteng manteng sugeng jeneng (diam sungguh-sungguh, maka akan selamat sentosa)

kode dan etika dakwah

BAB III
ADAB DAN KODE ETIK DAKWAH

3.1 Para Juru Dakwah Dan Kode Etiknya

Da’i adalah wakil para Rosul dan pewaris para Nabi. Para Nabi tidak mewariskan uang atau harta melainkan ilmu. Sementara itu para juru dakwah adalah duta- duta orang yang beriman yang diutus untuk mengemban amaanat mereka menyampaikan risalahnya kepada generasi umat manusia. Oleh karena itu seorang da’i harus berilmu banyak, berakhlak luhur, simpatik dan menarik serta harus menjadi qudwah hasanah sehingga umat manusia menyambut dakwahnya.
Atas dasar inilah maka sang da’I harus memiliki kode etik dan akhlak untuk menjadi figure public dan teladan bagi orang – orang yang ia dakwaahi . Adapun kode etik tersebut adalah:
1.Iman ( Percaya ) Kepada Yang Ia Dakwahkan
Iman merupakan motivator dan motor yang menggerakkan kekuatan jiwa manusia. Iman kepada Allah menjadikan selalu cinta kepada pekerjaan yang diridhai olehNya, karena ia menumbuhkan sifat dan nilai –nilai kebaikan dalam kalbu guna meraih tujuannya dan akan menggemarkan dia beribadah sesuai dengan ridhaNya.Sedang iman kepada hari akhirat akan mendorongmanusia untuk amal-amal kebaikan ,sehingga ia tidak takut hari kiamat yang maha dahsyat, karena neraca amal kebaikannya lebih berat.
Iman yang teguh dan benar itu menyatakan bahwa islam penutup semua agama, yang dibawa oleh Rasul Muhammad SAW untuk menyelamatkan umat manusia dan dunia dari kesesatan dan kehancuran . Iman yang teguh dan benar menyerukan bahwa Islam adalah agama satu-satunya yang universal menjangkau seluruh aspek hidup dan kehidupan , baik soal keagamaan , sosial, ekonomi, politik, akhlak maupun sekuriti. Iman seperti inilah yang akan mendorong pemiliknya tampil dengan semangat menggebu-gebu mendakwai masyarakat kepada agama Islam dengan penuh keyakinan , mantap dan jiwa tenang .

2 . Qudwah Hasanah (Keteladanan yang Baik)
Seorang da’i akan mendapat pendukung dan pengikut lebih banyak melalui qudwah hasanah ketimbang dengan cara ceramah atau khotbah. Karena masyarakat selalu melihat sang da’i sebagai cermin dan teladan untuk ditiru. Bahwa tingkah laku dan akhlak sang da’i merupakan gambar hidup yang langsung dilihat oleh deluruh manusia , baik geraknya,diamnya,berdiri maupun duduknyabahkan dalam menangis dan tertawanya. Keteladanan itu ada pada Rasulullah SAW seperti disebutkan firman Allah:
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah(Muhammad SAW) ada suri tauladan yang baik bagimu , yaitu bagi orang yang mengharapkan (pahala) Allah dan hari kiamat serta ia banyak berzikir kepada Allah”. (QS . Al-Ahzab/33: 21)
Qudwah hasanah yang diterjemahkan ke dalam tingkah laku dan akhlak akan lebih besar mempengaruhi manusia ketimbaang untaian kata-kata walaupun indah dan manis didengar. Oleh karena itu , bagi para juru dakwah harus


memberikan teladan atau qudwah hasanah lebih banyak dalam dakwahnya ketimbang ucapan atau pembicaraan jika mereka ingin memetik buah yang bermanfaat darinya.

3 . Istiqamah (konsisten)
Yaitu cocoknya amal perbuatan dengan syariat (hokum) dengan penuh ikhlas diri semata-mata karena Allah SWT. Istiqamah dalam arti ini merupakan sifat paling esensi dan penting para da’i. Karena, jika seorang da’i tak cocok ucapan dan perbuatannya, maka dakwahnya tidak lain kampanye yang nilai negative. Dengan, demikian , sang da’i dituntut untuk mengamalkaan kebaikan yang akan ia dakwahkan terlebih dahulusebelum menyerukannya. Ia harus terlebih dahulu mempraktikkan suatu hokum (syariat) sebelum menyuruh orang lain mengerjakannya. Ia harus terlebih dahulu menghindaari perbuatan keji atau mungkar sebelum mencegah orang lain darinya, bukan melarang tapi ia sendiri melakukannya.
4 . Sabar Menghadapi Berbagai Kendala dan Penderitaan

Para da’i harus menggembleng diri sabar menghadapi musuh atau para penentangnya yang pasti ada. Karena mangubah manusiaa dari akidah sesat yang mereka yakini bertahun-tahun ke akidah yang benar merupakan suatu jihad dan perjuangan berat.
Tidak mudah bagi hati dan jiwa yang memeluk akidah sesat tersebut untuk menerima akidah baru walaupun benar. Karena akidah (kepercayaan) yang lebih dahulu, pasti akianj meninggalkan bekas di hati, lama hilangnya.
Maka para dakwah harus melatih diri untuk sabar menghadapi berbagai tantangan ketika berdakwah mengeluarkan mereka dari alam jahiliah dan kebatilan. Seorang da’i harus mengetahui hakikat ini,sehingga ia siap tampil menghadapi rintangan di medan perjuangannya.
Lukman hakim telah menjumpai berbagai rintangan dan penderitaan dalam dakwahnya, maka ia berwasiat kepasa putranya sebagaimana disebutkan oleh Al-Qur’an Al-Karim, yaitu:
“Hai anakku!Dirikanlah salat dan suruhlah orang berbuat makruf dan laranglah dari klemungkaran, serta sabarlah atas cobaan yaqng menimpa engkau! Sesungguhnya demikian itu pekerjaan yang dicita-citakan”.(QS. Lukman/ 31:17)

Kita lihat di sini, Lukman Hakim menyusun suatu perkara yang ia wasiatnya sercara b akan menimpamu”.
eruntun. Yaitu suatu perkara yang harus diamalkan oleh da’i:
I . Ia berwasiat supaya da’i mempersiapkan diri dan tetap tekun taat beribadah.
Ini terdapat Pada kata-katanya:; “Hai putraku, dirikanlah salat”.
2 . Wasiat ini berisi anjuran supaya berdakwah, yaitu menyeru orang berbuat
makruf dan Mencegahnya dari berbuat kemungkaran. “Dan suruhlah orang
berbuat makruf dan cegahlah dari kemungkaran”.
3. Ia menasehati supaya da’i harus sabar menghadapi resiko perjuangan dan
pendaritaan yang akan menimpa. “Dan sabarlah atas musibah (penderitaan)
yang akan menimpamu”.

5 . Lapang Dada Dan Lembut (Santun)
Sifat lapang dada dan santun ialah mudah memaafkan kesalahan orang. Adalah suatu sifat sabar dibarengi dengan ketenangan dan kelembutan bertabiat, yaitu tidak memberi sanksi atau dendam kepada seseorang.
Para juru dakwah biasanya berhadapan dengan masyarakat majemuk. Di antara mereka ada yang berakhlak luhur, ada yang berpengarai buruk dank eras. Ada yang kasar dan sebagainya. Dengan sifat lapang dada , mudah memaafkan orang lain, sang da’i akan dapat mendekati mereka. Ia mampu menggauli mereka sesuai dengan tabiat dan perangai masing-masing.Dengan begitu, maka ia berhasil merebut hati mereka dan menjadikan mereka taat kepadanya.

6 . Tawadlu’ (Merendah Diri)
Tawadlu’ adalah merendahkan diri dan penuh cinta kasih terhadap orang-orang yang beriman terlebih lagi kepada mereka yang muallaf (orang yang baru masuk islam, agar imannya lebih teguh). Allah berfirman: ”Dan merendah dirilah engkau terhadap orang yang mengikutimu”. (QS, Asy-Syu’ara/26/:215).
Tawadlu’itu dapat menarik banyak pendukung dan pengikut, serta menjadikan sang da’i dicintai oleh masyarakat sehingga mereka tergugah dengan ucapannya. Diantara sifat tawadlu’ ialah manis bertutur kata, cerah muka dan ramah bertemu dengan orang lain, tidak kasar dan tidak mudah memberi hukuman kepadanya bila salah. Bila orang itu berang dan marah, ia hadapi dengan tenang.

7 . Zuhud dan Tekun Berdakwah
Yang dimaksud tekun berdakwah ialah sungguh-sungguh dan semangat dalam menyampaikan dakwah. Ia hanya sibuk dengan tugas ini, tidak diselingi atau diisi dengan kegiatan sampingan sehingga ia mendahulukan tugas dakwah ini dari pekerjaan lainnya.
Zuhud adalah tidak peduli terhadap milik orang lain. Ia merasa puas dengan rezeki yang telah Allah tentukan buatnya. Hatinya lega dan lepas dari keterikatan dan ketergantungan kepada kehidupan dan kemewahan dunia.
Tekun berdakwah dan zuhud ini merupakan faktor terpenting bagi kesuksesan seorang da’i. Karena jika ia tidak sungguh-sungguh dan serius, ia akan bermalas-malasan dan bekerja setengah-setengah. Padahal sifat malas dan tidak mau tau atau masa bodoh akan melalaikan kewajibannya dan menjadikannya enggan menyebarkan kebenaran. Juga hati yang selalu bergantung kepada dunia dan selalu sibuk berpikir untuk mendapatkannya menjadi dinding penghalang antara si da’i dan masyarakat. Akibatnya tak ada seorang pun yang mau menyambut dakwahnya.
Karena dakwah tidak akan berkembang kecuali dengan amal yang serius dan berkesinambungan dan pengorbanan yang tak henti-hentinya.

8 . Tekun dan Kuat Beribadah
Tekun beribadah dan taqarub kepada Allah SWT adalah salah satu senjata paling ampuh . karena taat dan ibadah itu mengandung nur (cahaya) yang memantul ke wajah pelakunya, yang juga akan memancar pada ucapan dan tutur katanya. Sementara wibawa dan ketenangan timbul pada dirinya yang akan menarik orang menjadi hormat kepadanya.


Bentuk ibadah dan taqarub kepada Allah yang paling utama ialah ibadah fardlu ditambah dengan ibadah-ibadah sunah. Memelihara ibadah fardlu dan melaksanakannya sesuai dengan perintah Allah merupakan bentuk taqarub kepada Allah paling utama dan agung, kemudian memelihara ibadah-ibadah sunnah sebagai pelengkap dan penembah kekurangannya. Dengan demikian, bersihlah hatinya, suci jiwanya, dinamis dan tanggap anggota badannya. Ketika itulah, tapak-tapak dan bekas-bekas ibadah dan ketaatannya memantul kepada mereka yang ia dakwahi sehingga mereka akan tergugah yang kemudian akan mengikuti jejaknya. Bahkan mereka akan menjadikan si da’i tersebut figur dan pembimbingnya ke jalan yang lurus.

9 . Ikhlas (Tanpa Pamrih)
Arti ikhlas ialah seseorang mengerjakan suatu pekerjaan dengan tujuan semata-mata hanya karena Allah.Ia tanpa pamrih, tak mengharap balasan dari seseorangwalau hanya ucapan terima kasih.
Itulah ikhlas yang sebenarnya yang harus dimiliki dan dijadikan cita-cita oleh para da’i untuk berjuang mencurahkan segala daya dan kemampuannya, menyebarkan risalah tanpa pamrih, semata-mata mengharap balasan dari Allah SWT. Adapun tandanya ikhlas dalam dakwah ini adalah dia harus tanggap dan menjiwai dakwahnya. Ia curahkan seluruh kemampuan dan dayanya secara maksimal dalam berdakwah.

10 . Tanggap dan Mengerti Tentang Kondisi dan Lingkungan di Sekitarnya
Seorang da’i harus pandai, jeli dan cerdas. Ia harus mampu memahami setiap situasi dan kondisi disekitarnya termasuk tantangan berupa kebatilan dan kemaksiatan yang ada di masyarakat. Ia harus mampu menghadapi keadaan seperti itu dan memahaminya untuk ia ambil pelajaran dalam dakwahnya.

3.2 Tugas dan Kewajiban Para Da’i

Tugas dan kewajiban para da’i sungguh berat sesuai dengan kadar tanggung jawabnya. Mereka para pemelihara nilai-nilai akhlak dan suluk serta pemantau sikap dan tindak tanduk masyarakat . Juga sebagai cermin bagi kaum muslim untuk melihat dirinya. Dalam rangka ini, maka harus ada seleksi secara ketat bagi orang yang akan menerjuni bidang dakwah ini, karena da’i tidak cukup alim saja, atau Cuma pandai pidato atau cukup seorang yang lemah lembut, lincah dan terampil saja. Tetapi ia harus memiliki juga sifat-sifat lain, diantaranya:

1) Konsentrasi Penuh Dalam Dakwah
Berkecimpung dalam medan dakwah sepenuhnya, tidak setengah-setengah dengan selalu penuh optimisme dalam menarik masyarakat merupaakan kewajiban pokok bagi juru dakwah. Karena bila ia juga sibuk dengan pekerjaan sambilannya, maka tugas pokoknya (dakwah) tersebut akan menjadi terbengkalai.
2) Mencintai Kebaikan (Kemaslahatan) Bagi Manusia
Penjangkauan dakwah kesemua aspek kebaikan dan kemaslahatan pada kehidupan umat manusia sangat penting. Karena dakwah apapun yang tidak mencakup kebaikan bagi orang-orang yang di dakwahi, tidak akan memberikan


kemaslahatan. Malah mereka akan lari menjauh karena menganggapnya musuh.
Sesungguhnya kesungguhan dan keinginan yang sangat dari seorang da’i akan terealisasinya kebaikan dan kemaslahatan bagi masyarakat yang ia dakwahi merupakan faktor paling penting dalam menggiring ribuan hati untuk berkumpul mendatangi dia, menyambut dakwahnya dan menjadi pendukungnya.
Diantara cinta kebaikan dan kemaslahatan pada masyarakat ialah dalam dakwahnya ia memudahkan segala perkara, luas cita-citanya, membimbing hati menuju kemaha agungan rahmat Allah Azza Wa Jalla.

3) Menghindari Bergaul dengan Orang-Orang Dungu (Bodoh)

Orang-orang yang safih (dungu) adalah orang-orang bodoh, tak punya rasa santun dan belas kasih. Berpaling dari orang-orang bodoh dan dungu menjadikan sang da’i berkonsentrasi penuh menyelesaikan perkara-perkara terpenting (pokok) yang ia hadapi. Ia akan berkonsentrasi penuh memanfaatkan kesempatan emasnya dalam tugas-tigas pokok dakwahnya. Ia dapat memberi bimbingan ilmu, tarbiyah dan pengarahan kepada orang-orang yang sedang membutuhkannya disamping ia juga akan semakin mantap menjalankan tugas sucinya itu.

4) Terus Menerus dan Mudawamah Dalam Dakwah

Para juru dakwah hendaknya tidak mandeg dalam berdakwah, ia tetap tetap mengemban tugas kewajibannya walaupun ujian yang tengah ia hadapi, sampai Allah SWT membukakan pintu hati orang-orang yang didakwahinya. Sebab jika ia berhenti atau mandeg berarti memberi kesempatan kepada musuh untuk menyusun kekuatan dan barisan guna segera menyerangnya.

3.4 Cara dan Metode Dakwah

Dakwah menurut Al-Qur’an memiliki banyak metode yang penjelasannya diuraikan sendiri oleh ayat-ayatnya secara gambling, mengetuk hati dan pandangan orang. Beragamnya metode ini disebabkan mad’u yang berbeda dan karakter serta tingkatan berfikir yang tidak sama. Lingkungan kota misalnya, berbeda dengan kampung, kaum intelek berbeda dengan dengan kaum awam. Begitu juga dalam status sosial, satu sama lain saling berbeda. Pegawai negeri atau karyawan tidak sama dengan kuli,buruh atau petani.
Terkadang seorang da’i dalam suatu lingkungan memerlukan banyak metode dan pengombinasiannya, karena kemungkinan di sana ia menemukan segi-segi penting yang tidak jelas dalam kajian kemasyarakatannya, atau tidak tampak bagi dia hal-hal yang seharusnya ia ketahui sehingga ia berdakwah tidak dapat sambutan dari mereka. Maka ketika itulah , ia harus mengintropeksi diri dan dan mengubah metode. Hal ini ia lakukan terus-menerus sampai berhasil. Berkaitan dengan ini, disini kami utarakan uslub dan metode dakwah secara rinci, yaitu:

1) Mengambil Ibrah (Pelajaran) dari Sejarah Masa Lalu
Dalam Al_Qur’an, Allah SWT berfirman:
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi untuk dapat memperhaatikan bagaimana akibat orang-orang sebelum mereka. Allah teleh menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima akibat seperti itu. Dan betapa banyaknya negeri-negeri yang penduduknya lebih kuat dari penduduk

negerimu (Muhammad)yang telah mengusirmu itu. Kami telah membinasakanmereka, maka tidak ada seorang penolong pun bagi mereka”. (QS. Muhammad/47:10-13)
Ayat-ayat ini dan yang semacamnya menolehka pandangan kita untuk berpikir dan mengambil pelajaran bagaimana sikap umat terdahulu terhadap para rasul Allah, dan bagaimana para rasul tersebut menghadapi mereka. Mereka curahkan segala daya dan kekuatannya untuk berdakwah, mengajak mereka beriman, tetapi mereka tetap menentang dan membangkang. Kendatipun kaum itu begitu kuat dengan kesombongan dan keangkuhannya, tidaklah dapat mengalahkan Allah SWT. Allah menyiksa mereka dan membinasakannya. Umat yang telah hancur itu tidaklah jauh darimu. Bahkan hidup di negerimu, atau paling tidak, hidup di negeri yang dekat dengan negerimu yang biasa kamu hampiri. Oleh karena itu, renungilah peristiwa itu supaya kamu sadar, bahwa kamu sekalian tidak akan mampu mengalahkan Allah. Buktinya, berapa banyak negeri yang besar dan kuat dihancurkan Allah. Diantaranya adalah kaum Hud AS, kaum Shaleh AS, kaum Nuhas, yang semuanya karena mendustakan para rasul Allah.

2) Merenungi Ayat-Ayat Kauniyah
Dalam Al-Qura’an , Allah SWT menyebutkan firmanNya:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi silih bergantinya malam dan siang, terdapat ayat (tanda-tanda) bagi orang berakal”. (QS. Ali Imran 3:190)
“Katakanlah:”perhatikanlah apa-apa yang, ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-Rasul yang memberi peringatan bagi orang-orangyang tidak beriman”. (QS. Yunus/10:101)
Ayat-ayat di atas merangsang kita untuk merenungi dan mentadaburi tanda-tanda kebesaran Allah yang bersifat kauniyah (yang bersebaran di alam ini).
Jutaan binatang, meteor, bulan dan matahari. Pertukaran siang dan malam,perputaran bumi pada porosnya,dan bulan dengan batas-batas tertentu,tak ada benturan antara satu sama lain, lautan luas terbentang dan lain-lainnya. Semuanya kita renungkan, kita perhatikan agar jiwakita hidup. Agar otak kita terbuka dan sadar akan ciptaan Allah yang sangat menakjubkan, sehingga terangsang, bangkit untuk berkreasi menyelidiki dan mencari penemuan-penemuan baru.
Jadi, Al-Qur’an menyeru akal untuk memperhatikan dan memikirkan penciptaan alam yang justru untuknyalah akal diciptakan. Inilah salah satu metode dakwah paling berhasil dalam mamberi kepuasanjiwa orang. Karena akal menjadi tunduk sedang hati menjadi tenang. Kepadanya manusia sampai melalui akalnya sehingga mantaplah imannya, yang merupakansasaran dakwah yang hakiki.
3) Dengan Cara Memberikan Tamsil dan Perumpamaan
Manusia itu berbeda-beda lingkungan dan tabiatnya, sehingga berbeda pula jalan pemahaman dan penguasaannya terhadap suatu masalah. Atas dasar inilah, maka metode dakwah pun bermacam-macam. Orang yang cerdas misalnya dapat memahami permasalahan yang tidak bisa dipahami oleh selain dia.
Maka Al-Qur/an tampil menempuh berbagai macam metode dakwah sesuai dengan tingkatan berfikir dan daya intelektual masing-masing manusia. Diketengahkannya tamsil dan perumpamaan oleh Al-Qur’an merupakan satu

metode untuk memperjelas gambaran tentang perkara yang sulit dicerna dan direka oleh akal pikiran.

4) Membuka Pintu Dialog
Allah SWT berfirmaan dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 64, surat Al-Baqarah ayat 136 dan surat Asy-Syura ayat 15, ayuat ini menampilkan metode baru dalam berdiskusi dan dialog dengan musuh dalam rangka memberi kepuasan kepeda mereka.
Surat Ali-Imran ayat 64 ini menyeru ahli kitab untuk menuju kesatu kalimat yang sama, yang tidak membedakan kelompok yang satu dengan yang lain, antara orang islam dan non Islam. Adakah disana seruan yang paling diperhatikaaan untuk ditaati dan disambut ketimbang seruanmu terhadap musuhmu supaya ia ikut kepadamu. Sehungga seandainya ada jiwa atau hati yang tidak menyebut seruan seperti itu, tandanya ia takut butuh pengobatan lebih banyak dari sekedar diberikepuasan berupa seruan tersebut.
Ayat yang kedua menyuruh orang-orang mukmin menyatakan keimanan kepada para Rasul mereka, yaitu rasul yang diutus kepada orang-orang yang kamu dakwahi maupun para rasul yang lain. Dakwah model ini berisi anjuran kepada musuh supaya mengumumkan keimanannya yang terakhir kepada para rasul dan agar mereka mempercayai setiap yang di bawa oleh para rasul tersebut. Pada ayat ini ada dakwah yang jelas terang bagi penganut kedua agama (Bani Israel dan Nasrani) supaya memeluk Islam.
Adapun ayat yang ketiga berisi pernyataan iman kepada semua kitab Allah, tanpa membedakan satu dengan yang lainnya., juga mengandung pernyataan tentang prinsip keadilan yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Bahwa perbedaan agama,ras atau bahasa dan keturunan tidak menjadikan mereka harus dizalami atau diintimidasi .












BAB IV
Contoh Perundang-Undangan tentang
Penyiaran Pres,Pencemaran Nama Baik,Kemerdekaan Pres,Dalil Dalil pokok
Dakwah

A.Kemerdekaan Pres dan Pencemaran Nama Baik

Jatuhnya pemerintahan Soehartptahun 1998 menandai awalnya transisi demikrasi di Indonesia ,irononya peristiwa tersebut diikuti serentetan kebijakan di semua aspek,termasuk pres.
Salah satu yang perlu dicatac dalam bidang pres adalah dicabutnya peraturan Mentri Penerangan tentang Surat ijin Usaha Penerbitan Pres ( SIUPP ) dan di cabutnya Hak Istimewa Persatuan Wartawan Indonesia (PWI )sebagai wadah tunggal organisasi wartawan ,dan puncak atas kebebasan berekpresi melalui Perubahan II UUD 1945.

Perubahan ini tentunya telah membawa harapan yang tinggi akan perubahan kehidupan pres yang lebih baik,Pada umumya tuntutan hukum melal;ui proses pemindanaan terhadap jurnalis menggunakan ketentuan pencemaran nama baik dalam KUHP dalam Bab XVI tentang penghinaan yang terdiri daro pasal 310 -321.
Lebih rinci mengenai Perpu tentang pencemaran nama baik dan kemerdekaan terlihat pada tabel berikut ,dalam bentuk KUHP dan R KUHP.


KUHP

Bab XVI

Penghinaan R KUHP

Bab XVIII

Tindak Pidana Penghinaan
Pasal Tindak Pidana
Pasal Tindak Pidana
310 Pencemaran 531 Pencemaran

311 Fitnah 532 Fitnah

315 Penghinaan Ringan 534
Penghinaan Ringan
317 Pengaduan Fitnah 536
Pengaduan Fitnah
318 Persangkaan palsu 537
Persangkaan palsu
320 Pencemaran nama baik Orang Mati 539
Pencemaran nama baik Orang Mati
320 Pencemaran Nma Baik Orang mati Dengan Tulisan Atau Gambar. 540 Pencemaran Nma Baik Orang mati Dengan Tulisan Atau Gambar.

Pencemaran Nama Baik ,Hak Jawab,dan Kemerdekaan Pres.
Pencemaran nama baik dalam KUHP ataupun R KUHP masuk delik formil .

B.Perpu Tentang Penyiaran

Perpu tentang penyiaran ini masih ditunda karena ada aitem- aitem yang perlu dikaji karena dirasakan ada kelemahan –kelemahanya pembahasan ini berlangsung antaraKomisi I DPR dengan Depkominfo,tentang PP (Peraturan Pemerintah ) ,tentang PP ini dapat dilihatsebagai berikut :
Peraturan pemerintah
1. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2005 “Tentang Penyelenggaraan Penyiaran – Lembaga penyiaran Berlangganan.
2. Peraturan Pemerintah Nopmor 51 Tahun 2005 ,”tentang penyelenggaraan Penyiaran – Lembaga Penyiaran Komunikasi.
3. Peraturan pemerintah Nomor 50 tahun 2005, ,”tentang penyelenggaraan Penyiaran – Lembaga Penyiaran Swasta.
4. Peraturan pemerintah Nomor 49 tahun 2005, ,”tentang penyelenggaraan Penyiaran – Lembaga Penyiaran Asing.


Sedangkan keputusan menghasilkanbeberapa aitem

1. KPI adalah hasil dari perjuangan masyarakat sipil dalam demokratisasi penyiaran,Kebanyakan peserta Diskusi mengkririk sikap KPI yang selama ini sangat kompromi dengan pemerintah.
2. Statemen Penolakan PP Penyiran yang dikeluarkan KPI sangat abstrak.mestinya KPI membahas pasal per pasal dalam bentuk matrik berdasarkan UU 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
3. Upanya Pengawalan penyiaran seolah-olah berhenti setelah UU Penyiaran dipisahkan
4. UU penyiaran memang dirasakan banyak memiliki kelemahan ,Masalah ini kemudia menghasilkan keputusan Mahkamah Konstitusi untuk mengembalikan peran pemerintah sebagai regulator penyiaran .

C.Dalil Dalil dakwah dalam Al Quran (ayat –ayat dakwah )
1. Al Baqoroh 40-41

Jumat, 03 Desember 2010

Manejemen Pres Dakwah Dan Solusi –Solusinya


TUGAS INDIVIDU
MATA KULIAH
“Manajemen Pres Dakwah”
Dosen pengampu :

Imam Mubarok. S.Sos.i














Oleh :



Winarto 07.03.0.0486

FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI
(IAIT) KEDIRI


STATUS TERAKREDITASI
Nomor :023/BAN-PT/Ak-IX/ S1/ 2005
Alamat : Jl.Wahid Hasyim No.62 Telpn. (0254) 772879
Kediri 6114







MUKADIMAH
Bismillaahirrahmaanirrahim

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat, rahmat dan karuniaNYA kepada kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan .
Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi akhirul zaman yang selalu kita harapkan syafa’atnya didunia dan akhirat .
Sungguh merupakan suatu kehormatan kebanggaan kami penyusun dapat menyelesaikan tugas ini semoga dapat menambah wawasan ,pengalaman ,daya serap mahasiswa dalam menganalisis dan mempelajari bab Perundangan Dakwah sendiri.
Kami penyusun sangat bersyukur sekali atas terselesainya makalah ini tak lain atas dorongan,bimbingan,serta bantuan segala fihak.Tak lupa kami sampaikan penghormatan yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Bpk .KH.IMAM YAHYA MAHRUS selaku Rektor IAIT TRIBAKTI Kediri.
2. Imam Mubarok S.Sosi selaku Dosen Pembimbing Studi Manajemen Pres Dakwah.
3. Ihwan dan Ihwad yang selalu memberikan motifasi,dorongan ,serta spirit yang takhenti-henti sehingga makalah ini dapat terselesekan.
4. Semua fihak yang membantu dan memberikan motifasi kepada kami dan takmungkin disebut satu persatu.
5. ….
Semoga amal kebaikan dari berbagai fihak tersebut mendapat pahala/sawab yang sesuai dengan kebaikan yang dilakukan dan di catat menjadi amal hasanah oleh Allah SWT ,harapan akhir makalah ini bermanfaat bagi siapa saja yang membaca khususnya bagi penulis.Taklupa penulis berterimakasih atas kritik maupun saran yang kontruktif sehingga makalah ini dapat sempurna sehingga layak untuk dipublikasikan .

Blitar, 18 Juni 2010

Penyusun


LEMBAR PENGESAHAN
Mata Kuliah : Manajemen Pres Dakwah
Tugas / Judul Makalah : Manajemen Pres Dakwah dan Solusi-solusinya.
(Perpu Penyiaran,Pencemaran Nama Baik,Dalil Da’wah)
Disusun oleh : WINARTO 07.03.0.0486

Makalah ini diajukan dalam memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Pres Dakwah
pada semester 7 Institut Agama Islam Tribakti ( IAIT ) Kediri tahun Akademis 2010.
Demikian untuk menjadikan periksa.

Kediri , 29 November 2010

Disetujui Oleh
Dosen Pembimbing



Imam Mubarok S.Sos.i Winarto





Mengetahui
Dekan Fakultas Dakwah


Prof .H.Suko Susilo MS.i





DAFTAR ISI
1. LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………
2. KATA PENGATAR ……………………………………………………………...
3. DAFTAR ISI………………………………………………………………………
4. BAB I Pendahuluan
A. Latar belakang masalah ………..……………………………………..
B. Pembahasan Penulisan ………………………………………………..

5. BAB II Pembahasan istilah
A.Pengertian judul Manajemen Pres Dakwah
B.Pres dan Jurnalis
6. BAB III Pembahasan Topik………………………………………………………
A. Kaitan Manajemen pres dengan dakwah dan solusi –solusinya.
B. Perpu Penyiaran,Perpu Pencemaran Nama Baik,Dalil- Dalil.

7. BAB IV PENUTUP..……………………………………………………………
A. Kesimpulan
B. Penutup
C. Daftar Pustaka

















BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Apapun yang dilakukan praktisi,seorang menejer,da’I Jurnalis tentunnya untuk menumbuhkan ,memulihkan kepercayaan ,membangun citra pada dasranya adalah upanya mempengaruhi pikiran public .Efek yang sangat diharapkan adalah adanya perubahan pikiran perilaku seorang mad,u khususnya bagi seorang da’I atau seorang Juru dakwah terlebih dengan perubahan dunia yang semakin pesat dan terus canggih seorang da’I juga harus dapat memanfaatkan tehnologi yang ada jika seorang dai /juru dakwah tidak mengenal bahkan menguasai maka dapat dipastikan dakwah yang dilakukan kurang maksimal. Peradaban masa kini sering disebut sebagai peradaban masyarakat informasi. Informasi menjadi suatu komoditi primer bahkan sumber kekuasaan. Informasi dapat dijadikan alat untuk membentuk pendapat publik (public opinion) yang mempengaruhi dan mengendalikan pikiran, sikap, dan perilaku manusia. Hingga pada akhirnya, muncul sebuah anggapan bahwa sumber baru kekuasaan saat ini adalah “informasi di tangan banyak orang” (the new source of power is information in the hand of many), dan siapa yang menguasai media massa maka dialah pengendali atau penguasa dunia.
Tak heran jika sarana atau media informasi terus berkembang begitu pesat demi meraih kepentingan di atas. Media-media tersebut hadir merepresentasikan maksud, tujuan, dan target-target tertentu. Bagi khalayak ramai, kehadiran sebuah informasi tentu bisa menjadi sesuatu yang positif namun juga sebaliknya. Informasi terkadang membuat seseorang bergerak secara gegabah tanpa terlebih dahulu melakukan proses tabayyun yang cukup. Persoalannya menjadi semakin rumit ketia sebuah informasi atau berita negatif mendapatkan tempatnya di benak pembaca, mempengaruhi dan mengendalikan gerak serta prilaku mereka. Inilah yang menjadi dasar analisa Lippmann. Menurut Lippmann, masyarakat menerima fakta bukan sebagaimana adanya, akan tetapi apa yang mereka anggap sebagai fakta; “kenyataan fatamorgana” atau “lingkungan palsu”. Distorsi-distorsi tidak hanya datang dari faktor emosional dan kebutuhan ego saja, tetapi juga dari stereotip-stereotip, gambaran yang kita miliki tentang para tokoh figur publik, dan produk benda-benda.

Sejatinya, penggunaan media informasi sebagai alat komunikasi dapat dikategorikan ke dalam lima bagian; alat penerangan massa, alat pendidikan massa, alat mempengaruhi massa, alat hiburan, dan digunakan perorangan atau kelompok. Pada pembahasan ini, persoalan media sebagai alat untuk mempengaruhi massa lebih dominan. Bahkan ia mampu mencakup secara umum. Proses mempengaruhi masa justeru dapat dilakukan melalui penerangan, edukasi, hiburan atau sebuah kelompok atau orang tertentu.
Sejak bermulanya era komunikasi melalui media cetak yang ditandai dengan penemuan mesin cetak pada tahun1456 oleh Johan Gensfleisch (lebih terkenal dengan Gutenberg) di Jerman, ia berubah secara cepat menjadi suatu kekuatan tersendiri di tengah-tengah percaturan kepentingan manusia di dunia. Maka pada tulisan ini penulis hendak mengkaji sejauhmana kekautan informasi khususnya media cetak (pers) mampu menjadi sebuah kekuatan publik yang efektif memberikan pengaruh ditengah-tengah masyarakat. Kaitannya dengan amal da’wah, kajian ini hendak memotret urgensi antara pers dan kegiatan jurnalistik yang berperan mengemban misi da’wah tersebut.


B.Rumusan Masalah

Dari kajian buku ini paling tidak penyusun dapat menambah ilmu yang ada sebagai suplemen dalam perkuliahan .Selain itu secara spesifik mahasiswa dapat:
1. Mengerti apa yang dimaksud Manajemen Pres dakwah ?
2. Mengetahui apa kaitanya Pres dan Jurnalis ,mengetahui apa peluang sukses berdakwah karena dengan menggunakan manejeman lebih tertata? serta dapat mengimplementasikan dalam kehidupan berbangsa ,dan bermasayarakat









BAB II
Pembahasan Istilah
A.Urgensi Manajemen Pres Dakwah
Manajeman ialah suatu proses atau kerangka kerja ,yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang orang kearah tujuan –tujuan atau maksud –maksud yang nyata.Manajemen adalah suatu kegiatan ,pelaksanaanya adalah “managing”sedang pelaksanaya adalah menejer jika terkait dengan dakwah maka manajernya adalah da’I.Manajemen mempunyai tujuan tertentu dan tidak dapat diraba ,ia berusaha untuk mencapai hasil-hasil tertentu yang biasanya diungkapkan dengan istilah-istilah “objectives” atau hal –hal yang nyata.Mungkin manajemen dapat digambarkan sebagai tidak nyata ,karena tidak dapat dilihat ,tetapi hanya terbukti oleh hasi-hasil yang ditimbulkannya”otput “atau hasil kerja memedai { perubahan ,perkembangan mad’u }.
Manajemen menurut G.R Terry “Manejeman adalah usaha-usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan lebih dahulu dengan mempergunakan kegiatan orang lain ,buku :Principles of management.
Menurut Jhon D Milllett dalam bukunya “management The Publik” ialah proses pembimbibingan pengarahan serta pemberiaan fasilitas kerja kepada orang –orang yang diorganisir dalam kelompok –kelompok jurnal untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan .
Sedangkan Manejement (managing) pres ialah Mengatur segala komponen pres /baik media masa ,radio, televisi,internet dalam sebuah formasi dan aturan langkah sehingga ia lebih efektif untuk mencapai sasaran yang diinginkan . Berkomunikasi dengan perantara media masa membutuhkan kiat-kiat tersendiri ,konfrensi pres atau atau pengiriman siaran pres ( pres realis ) belum menjamin terwujudnya komunikasi yang efektif dengan public tertentu./antara da’I dengan mad’u sebagai juru dakwah.untuk mencegah pemborosan energi dan kata-kata ,seorang juru dakwah memerlukan ponggunaan media pres tak kalah pentingnya dengan menerapkan planning,organizing,dan controlling ( Fid back).
Dakwah sendiri ialah Upaya mengajak: Kegiatan mengajak, mendorong dan memotivasi, orang lain untuk meniti dan berjuang ke jalan Allah.

Tugas dan kewajiban para da’i sungguh berat sesuai dengan kadar tanggung jawabnya. Mereka para pemelihara nilai-nilai akhlak dan suluk serta pemantau sikap dan tindak tanduk masyarakat . Juga sebagai cermin bagi kaum muslim untuk melihat dirinya. Dalam rangka ini, maka harus ada seleksi secara ketat bagi orang yang akan menerjuni bidang dakwah ini, karena da’i tidak cukup alim saja, atau Cuma pandai pidato atau cukup seorang yang lemah lembut, lincah dan terampil saja. Tetapi ia harus memiliki juga sifat-sifat lain, diantaranya.
Manajemen Pres Dakwah sendiri ialah Proses atau kerangka kerja sebuah pres (media masa ,cetak ,maupun elektronik, terkait dengan metode dakwah dalam rangka memanfaatkan dakwah melalui pres sehingga dakwah yang dicapai lebih efektif dan tepat sasaran ,dengan memanfaatkan unsure unsure dakwah yang telah di menej ( dakwah melalui media masa.
B. Pers dan Jurnalistik
Pers. Istilah pers berasal dari bahasa Belanda yang dalam bahasa Inggris artinya press. Secara harfiah pers berarti “cetak” dan secara maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara dicetak (printed publications). Pers juga dapat difahami sebagai sebuah kegiatan publikasi yang meggunakan media cetak seperti surat kabar, majalah dan jenis media cetak lainnya. Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian luas dan pers dalam arti sempit. Pers dalam arti luas meliputi segala penerbitan, bahkan termasuk media elektronik, radio siaran, dan televisi siaran. Sedangkan pers dalam arti sempit hanya terbatas pada media massa cetak yaitu surat kabar, majalah, buletin dan yang semisalnya. Kenyataan bahwa radio dan televise termasuk dalam lingkup pers ialah jika diadakan jumpa pers (press confrerence) maka yang datang untuk meliput adalah semua media.
Ada anggapan kurang tepat dikalangan akademisi bahwa jurnalistik sama dengan pers atau keduanya bisa dipertukarkan. Sesungguhnya tidak demikian, karena jurnalistik menunjukkan kepada proses kegiatan sedang pers berhubungan dengan media. Secara etimologi jurnalistik berasal dari bahasa Perancis; journ (catatan/laporan harian) yang secara sederhana diartikan sebagai kegiatan pencatatan atau pelaporan setiap hari. Dengan demikian, jika digabungkan kedua istilah diatas dengan sebutan umum “jurnalistik pers” maka artinya adalah proses kegiatan mencari, menggali, mengumpulkan, mengolah, memuat, dan menyebarkan berita melalui media berkala pers yaitu surat kabar, tabloid atau majalah kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.
Pada dasarnya, jurnalistik juga dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk. Diantara bentuk-bentuk Jurnalistik tersebut diantaranya; Jurnalistik Media Cetak (newspaper and magazine journalism) meliputi jurnalistik surat kabar harian, mingguan, tabloid harian, tabloid mingguan, dan majalah. Selain itu terdapat pula, Jurnalistik Media Elektronik Auditif (radio broadcast journalism) yaitu yang berkaitan dengan kegiatan radio siaran. Terakhir adalah Jurnalistik Media Audiovisual (television journalism) yang berkatian dengan televisi siaran atau jurnalistik media on line (internet). Khusus jurnalistik di wilayah media cetak, maka ia dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor verbal dan visual. Faktor verbal sangat menekankan pada kemampuan kita memilih dan menyusun kata dalam rangkaian kalimat dan paragrap yang efektif dan komunikatif. Sementara faktor visual, menunjukkan pada kemampuan kita dalam menata, menempatkan, mendesain tata letak atau hal-hal yang menyangkut segi perwajahan. Antara kedua faktor ini tak dapat dipisahkan. Informasi atau pesan yang dikemas dengan gaya bahasa menarik akan menimbulkan efek yang jauh lebih besar jika mendapatkan desain yang menarik pula.
Kembali kepada persoalan pers. Secara umum pers adalah lembaga kemasyarakatan (social institution). Sebagai lembaga kemasyarakatan pers merupakan subsistem kemasyarakatan tempat ia berada bersama-sama dengan subsistem lainnya. Dengan demikian maka pers tidak hidup secara mandiri tetapi mepengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Hal ini secara tidak langsung karena pers lahir dalam sebuah ruangan waktu yang tidak kosong. Artinya, founding pers di setiap lembaga pers adalah manusia-manusia yang memiliki dan meyakini akan sebuah nilai dan misi tertentu dalam aktifitasnya.
Hingga saat ini pers tetap dianggap sebagai the fourth estate setelah tiga lembaga kekuasaan lainnnya yang berputar dalam pemerintahan; eksekutif, legislative, dan yudikatif. Tiga lembaga ini mampu mengendalikan masa karena kekuasaan formalnya, sedangkan pers mampu mempengaruhi masa karena daya persuasinya yang kuat dan pengaruhnya yang besar kepada masyarakat. Menurut Graber hal ini terjadi karena media mampu menawarkan model-model perilaku. Dalam skala jangkauan yang luas, maka pers media cetak khususnya dapat menggerakkan manusia untuk melakukan sesuatu dan berbuat untuk sesuatu. Keresahan Napoleon Bonaparte adalah contohnya. Di masanya, ia harus mengekang dan menyensor sejumlah media massa dan mengurangi jumlah media dari 13 menjadi 4 saja plus larangan mengkritik pemerintah. Ia juga membunuh lebih dari 70 jurnalis dengan hukuman penggal guillotine hanya karena persoalan ketidakcocokan pemberitaan. Kebencian Nazi terhadap bangsa Yahudi juga terlihat begitu besar salah satunya adalah sebab keberhasilan surat kabar Der Stuemmer pada penerbitan Mei 1934 ketika menunjukkan darah orang-orang Jerman yang tak bersalah mengalir ke dalam piring-piring orang Yahudi. Kebencian yang berlarut-larut itu bahkan tetap diperingati hingga hari ini.
Selanjutnya, pertanyaan yang mungkin muncul adalah sejauhmana sesungguhnya sebuah tulisan yang dimuat melalui kegiatan jurnalistik pers mampu memberikan efek kepada pembaca. Terlebih lagi jika efek tersebut mendorong banyak orang secara efektif untuk mensepakati sebuah wacana hingga kepada tingkat opini bersama. Hal ini dapat dijelaskan bila kita memahami proses komunikasi massa, antara sebuah penyampaian pesan dan efek pesan tersebut.
Pesan Teks dalam Media Cetak
Persoalan teks atau tulisan sesungguhnya menarik untuk dicermati. Tokoh-tokoh filsafat seperti Plato dan Sokrates misalnya, tidak menganggap penting peran tulisan. Bagi Plato, ia justeru memiliki kehawatiran logosentris yang muncul bersama asumsi adanya sumber pengetahuan otentik, murni, benar serta ada cara untuk meyampaikan kebenaran itu. Melalui tulisan penyampaian logos dapat dilangsungkan oleh siapapun, bahkan juga oleh mereka yang tidak memiliki wewenang. Inilah yang ditakutkan. Dalam hal ini Plato lebih mementingkan kepada kemampuan jiwa untuk mengingat sebuah fakta, informasi dan kebenaran lainnya. Sementara Socrates, ia juga tak terlihat memiliki perhatian terhadap teks. Ia bahkan menganggap tulisan tidak memiliki keakuratan peristiwa. Tulisan tak lebih dari sebuah lukisan yang menggeneralisasikan makhluk hidup menjadi makhluk yang tak hidup. Karena sampai kapapun mereka akan tetap diam jika ditanya.
Namun tidak demikian halnya dalam pandangan Aart van Zoest. Baginya “teks tak pernah lepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca ke arah suatu ideologi.” Dr. Phil. Astrid S. Susanto dalam bukunya “Komunikasi Massa” turut serta dalam pandangan di atas. Ia menjelaskan bahwa semua media yang dimiliki swasta maupun pemerintah sebenarnya merupakan aparatur ideologi (Ideological State Apparatus (ISA)). Maka dengan sendirinya semua alat komunikasi akan berusaha untuk mengemukakan apa yang menurut dirinya adalah terbaik.
Jika ungkapan ini benar, maka sangat dimungkinkan dalam sebuah kebudayaan dan peradaban yang saling bertukar informasi terjadi apa yang disebut dengan “perang teks” (war of tex). Perang teks disini menjadi bagian dari perang informasi itu sendiri. Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa teks memuat sejumlah pesan yang tidak berdiri sendiri. Bahkan pesan yang dilahirkan dari sebuah media berasal dari tahapan-tahapan tertentu (editing, layout, dll). Maka tidak jaran terjadi pemberitaan atau informasi yang bias.
Dalam pandangan Alex Sobur pada bukunya “Analisis Teks Media” ia menegaskan bahwa pada dasaranya bias berita terjadi karena media massa tidak berada diruang vakum. Media sesungguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat dengan berbagai kepentingan, konflik dan fakta komleks lagi beragam. Untuk itulah kita perlu mendapatkan logika yang tepat dibalik sebuah penyampaian pesan yang dilakukan oleh media.
Dari sudut pandang ilmu komunikasi Prof. Dr. H.A.W. Widjaja menjelaskan bahwa pesan itu sendiri adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan ini mempunyai inti berupa tema yang sebenarnya menjadi pengarah di dalam upaya merubah sikap dan tingkah laku komunikan. Sementara dalam studi media, ada tiga pendekatan yang digunakan sebagai sebuah usaha untuk menjelaskan isi media.
Pertama, pendekatan politik-ekonomi (the political-economy approach). Pendekatan ini berpendapat bahwa isi media lebih ditentukan oleh kekuatan-kekuatan (eksternal) diluar pengelolaan media yaitu; ekonomi dan politik. Pengelola media dipandang bukan sebagai entitas yang aktif, dan ruang lingkup pekerjaan mereka dibatasi berbagai struktur yang mau ridak mau memaksanya untuk memberitakan fakta dengan cara tertentu. Bentuk media seperti ini biasanya memiliki kedekatan dengan aparatur Negara atau partai politik disuatu Negara. Kedua, pendekatan organisasi (organizational approaches). Pendekatan ini justeru melihat pengelola media sebagai pihak yang aktif dalam proses pembentukan dan produksi berita. Dalam pendekatan ini, berita dilihat sebagai hasil dari mekanisme yang ada dalam ruang redaksi. Praktik kerja, profesionalisme, dan tata aturan yang ada dalam ruang organisasi adalah unsure-unsur dinamik yang mempengaruhi pemberitaan. Dalam hal ini media dianggap otonom untuk menentukan apa yang boleh dan tidak boleh, apa yang baik atau buruk, dan apa yang layak atau tidak layak untuk diberitakan. Ketiga, pendekatan kulturalis (culturalist approach). Pendekatan ini merupakan gabungan antara pendekatan ekonomi politik dan pendekatan organisasi. Di sini, proses berita dipandang sebagai suatu mekanisme yang rumit yang melibatkan faktor internal media dan eksternal media. Media pada dasarnya memang mempunyai mekanisme untuk menentukan pola dan aturan organisasi, tetapi berbagai pola yang dipakai untuk memaknai peristiwa tersebut tidak dapat dilepaskan dari kekuatan-kekuatan ekonomi politik di luar diri media. Pendekatan kurturalis meniscayakan terjadinya dua hal yang berbeda. Ada hubungan yang rumit antara sumber berita dan seorang jurnalis. Kedua-duanya saling membutuhkan, tidak saling mengkooptasi secara langsung. Namun memang pada akhirnya praktik jurnalistik melahirkan pemberitaan yang lebih dominan pada kekautan politik yang hegemonik.







BAB III
Pembahasan Topik
A..Hubungan Pres ,Jurnalis ,Dakwah dalam peluang Sukses berdakwah
dan solusi –solusinya.

Baru-baru ini kita mengenal sebuah istilah baru dalam dunia jurnalisitk dengan sebutan; jurnalistik da’wah atau jurnalistik Islami. Istilah yang dipopulerkan oleh Asep Syamsul M. Romly, dalam bukunya “Jurnalistik Dakwah; Visi dan Misi Dakwah bil Qalam” menjelaskan tentang sebuah keharusan da’wah yang diorganisir lewat media tulis menulis seperti buku, surat kabar, majalah, dan lain-lain. Aktifitas jurnalistik yang dilakukan oleh seorang muslim seharusnya adalah aktifitas da’wah itu sendiri. Oleh karenanya, Jurnalistik Islami dapat dirumuskan sebagai suatu proses meliput, mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai kebenaran yang sesuai dengan ajaran Islam, khususnya yang menyangkut agama dan umat Islam.
Istilah lain yang kemudian dimunculkan adalah da’wah bil qalam. Aep Kusnawan dalam bukunya “Berdakwah Melalui Tulisan” menyebutkan istilah itu dengan merujuk kepada setiap aktifitas yang berbasis penulisan di media apapun. Ia melihat bahwa da’wah melalui tulisan merupakan bagian integral dari bidang kajian dakwah. Ia adalah salah satu unsur dakwah yaitu media dakwah. Karena ia merupakan media maka ukuran utama penggunaannya adalah keefektifan dan keefesienan. Semakin efektif dan efesien suatu media, maka ia akan semakin dipertimbangkan orang lain untuk menjadi pilihan. Oleh karena itulah tulisan dipandang sebagai sesuatu yang efektif untuk menyampaikan pesan da’wah.
Dalam ruang informasi yang begitu luas dimana era keterbukaan menjadi hal yang disepakati secara umum maka jurnalistik islami atau jurnalistik da’wah harus memiliki eksistensi yang diandalkan. Hanya saja, problematika itulah yang kini sedang diidapi oleh kaum muslimin. Kebutuhan informasi masyarakat muslim belum diimbangi dengan lembaga informasi media yang mampu betul-betul memiliki keberpihakan terhadap agenda besar kaum muslimin. Sejumlah media yang eksis saat ini tak jarang cenderung menonjolkan eksistensi kelompok atau ormas tertentu. Demikian pula dengan para jurnalis muslimnya. Aktifitas kerja yang mereka lakukan seringkali terikat dengan kepentingan lembaga tempat mereka berkerja. Secara tak langsung mereka telah larut dalam garis edar yang tak lagi merepresentasikan tugasnya sebagai wartawan muslim. Asep Samsul dalam bukunya yang lain “Jurnalitsik Praktis” menyebutkan setidaknya ada lima peranan yang harus dambil oleh seorang jurnalis muslim yaitu;
a. Sebagai pendidik (mu’addib), yaitu menjelaskan fungsi edukasi yang Islami.
b. Sebagai pelurus informasi (musaddid). Setidaknya ada tiga hal yang harus diluruskan oleh jurnlais muslim. Pertama, informasi tentang ajaran dan umat Islam. Kedua, informasi tentang karya-karya atau prestasi umat Islam. Ketiga, lebih dari itu, jurnalis muslim dituntut untuk mampu menggali informasi kondisi umat Islam di seluruh penjuru dunia
c. Sebagai pembaharu (mujaddid). Yakni penyebar faham pembaharuan akan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam.
d. Sebagai pemersatu (muwahhid). Yakni menjadi jembatan yang mempersatukan umat Islam.
e. Sebagai pejuang (mujahid). Yaitu jurnalis muslim yang memiliki ruh untuk memperjuangkan Islam dan membelanya. Melalui media massa jurnlais muslim berusaha keras untuk membentuk opini umum yang mendorong penegakan nilai-nilai Islam.
Lima peran di atas jika dilakukan secara maksimal dipastikan akan banyak membantu roda informasi yang saat ini berbenturan terus menerus dengan peradaban kuffar. Di tangan jurnalis muslim ini pulalah, diharapkan terbentuk sebuah informasi yang mampu mendorong terciptanya opini publik berdasarkan pada informasi yang diferifikasi tidak hanya berdasarkan teori-teori jurnalistik dan mass media akan tetapi juga berdasarkan pandangan hidup (world view) Islam yang bersumber kepada al Qur’an dan as Sunnah. Oleh karena itu, visi da’wah jurnalitik islami atau jurnalistik da’wah adalah mempersempit ruang gerak media-media berbasis ideologi kuffar yang memiliki kemampuan teknologi dan sumber daya manusia handal. Setidaknya, akan muncul konsumsi media yang berimbang di tengah-tengah masyarakat kita.
Namun toh dalam kenyataaannya ulama kita belum banyak yang bergelut dengan media masa ,menulis lebih banyak menggunakan tablignya ( lisan ) dari pada menerbitkan sebuah buku mungkin 10 yang akan datang baru dapat terwujud ,sebenarnya dari beliau pandai, alim,keterbatasan lah jua kendalanya,menyesal sekali ini sebagai renungan dan tugas fardu ain hukumnya melaksanakan .Di negara kita sendiri belum memiliki satu wadah dakwah melaui media pres yang dapat mewakili sebagai sarana dakwah ada tetapi sifatnya hanya satu kelompok komunitas saja,kebanyak berorentasi pada keuntungan semata.
Solusi-solusinya dengan memperbanyak kader- kader da’I muda yang dilengkapi dengan keahlian Aiti dan wawasan moderen karena peluang dakwah lebih besar keberhasilanya menginggat perkembangan islam di luar negri persentase terbanyak tertarik melalui diskusi Tanya jawab dan penelitiaan.Umat islam harus bersatu menghilangkan perbedaan aliran dan mewujudkan persatuan pres yang dapat mewakili dakwah islam sediri sehingga informasi ,bimbingan ,penyiaran islam dapat diakses secara mudah masih banyak solusi-solusi lainya.
B. Contoh Perundang-Undangan tentang
Penyiaran Pres,Pencemaran Nama Baik,Kemerdekaan Pres,Dalil Dalil pokok
Dakwah

A.Kemerdekaan Pres dan Pencemaran Nama Baik

Jatuhnya pemerintahan Soeharto tahun 1998 menandai awalnya transisi demokrasi di Indonesia ,ironinya peristiwa tersebut diikuti serentetan kebijakan di semua aspek,termasuk pres.
Salah satu yang perlu dicatat dalam bidang pres adalah dicabutnya peraturan Mentri Penerangan tentang Surat ijin Usaha Penerbitan Pres ( SIUPP ) dan di cabutnya Hak Istimewa Persatuan Wartawan Indonesia (PWI )sebagai wadah tunggal organisasi wartawan ,dan puncak atas kebebasan berekpresi melalui Perubahan II UUD 1945.

Perubahan ini tentunya telah membawa harapan yang tinggi akan perubahan kehidupan pres yang lebih baik,Pada umumya tuntutan hukum melalui proses pemindanaan terhadap jurnalis menggunakan ketentuan pencemaran nama baik dalam KUHP dalam Bab XVI tentang penghinaan yang terdiri dari pasal 310 -321.
Lebih rinci mengenai Perpu tentang pencemaran nama baik dan kemerdekaan terlihat pada tabel berikut ,dalam bentuk KUHP dan R KUHP.


KUHP

Bab XVI

Penghinaan R KUHP

Bab XVIII

Tindak Pidana Penghinaan
Pasal Tindak Pidana
Pasal Tindak Pidana
310 Pencemaran 531 Pencemaran

311 Fitnah 532 Fitnah

315 Penghinaan Ringan 534
Penghinaan Ringan
317 Pengaduan Fitnah 536
Pengaduan Fitnah
318 Persangkaan palsu 537
Persangkaan palsu
320 Pencemaran nama baik Orang Mati 539
Pencemaran nama baik Orang Mati
320 Pencemaran Nma Baik Orang mati Dengan Tulisan Atau Gambar. 540 Pencemaran Nma Baik Orang mati Dengan Tulisan Atau Gambar.

Pencemaran Nama Baik ,Hak Jawab,dan Kemerdekaan Pres.
Pencemaran nama baik dalam KUHP ataupun R KUHP masuk delik formil .

B.Perpu Tentang Penyiaran

Perpu tentang penyiaran ini masih ditunda karena ada aitem- aitem yang perlu dikaji karena dirasakan ada kelemahan –kelemahanya pembahasan ini berlangsung antaraKomisi I DPR dengan Depkominfo,tentang PP (Peraturan Pemerintah ) ,tentang PP ini dapat dilihatsebagai berikut :
Peraturan pemerintah
1. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2005 “Tentang Penyelenggaraan Penyiaran – Lembaga penyiaran Berlangganan.
2. Peraturan Pemerintah Nopmor 51 Tahun 2005 ,”tentang penyelenggaraan Penyiaran – Lembaga Penyiaran Komunikasi.
3. Peraturan pemerintah Nomor 50 tahun 2005, ,”tentang penyelenggaraan Penyiaran – Lembaga Penyiaran Swasta.
4. Peraturan pemerintah Nomor 49 tahun 2005, ,”tentang penyelenggaraan Penyiaran – Lembaga Penyiaran Asing.


Sedangkan keputusan menghasilkanbeberapa aitem

1. KPI adalah hasil dari perjuangan masyarakat sipil dalam demokratisasi penyiaran,Kebanyakan peserta Diskusi mengkririk sikap KPI yang selama ini sangat kompromi dengan pemerintah.
2. Statemen Penolakan PP Penyiran yang dikeluarkan KPI sangat abstrak.mestinya KPI membahas pasal per pasal dalam bentuk matrik berdasarkan UU 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
3. Upanya Pengawalan penyiaran seolah-olah berhenti setelah UU Penyiaran dipisahkan
4. UU penyiaran memang dirasakan banyak memiliki kelemahan ,Masalah ini kemudia menghasilkan keputusan Mahkamah Konstitusi untuk mengembalikan peran pemerintah sebagai regulator penyiaran .

C.Dalil Dalil dakwah dalam Al Quran (ayat –ayat dakwah )

1. Al Baqoroh 40-41 (fitrah manusia)


Artinya : Hai bani israil ,ingatlah akan ni’mat Ku yang telah aku anugrahkan kepada mu,dan penuhilah janjimu kepada KU.niscaya aku penuhi janji-Ku kepadamu dan hanya kepada kulah kamu harus takut.Dalam kedua ayat ini telah nyata bahwa manusia hanya disuruh takut dan bersukur pada allah dalam artian yang lebih luas memenuhi janji untuk beriman dari ini intuk menjadikan seseorang beriman perlua ada dakwah ,pendekatan secara spesifik tidak dapat dipaksakan harus step by step tingkat demi tingkat sehingga tidak timbul benturan di masyarakat ,memang sebuah tajdid membutuhkan waktu kesabaran dalam berdakwah sehingga akan tercapai entah 5,6 10 tahun barulah dapat dinikmati.

2.QS Al- Imron 104 (ajakan Dakwah )


‘’ Dan hendaklah ada diantara kamu ,satu golongan yang mengajak ( manusia )kepada bakti ,dan menyeru /menyuruh (mereka berbuat ) kebaikan ,dan melarang (mereka) dari kejahatan ; dan mereka itu adalah orang orang yang beruntung.’’ Ma'ruf": segala perbuatan yang mendekatkan kita
kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala
perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

3.QS Ali Imron 110. (kewajiban Berdakwah)





“ Kamu adalah sebaik-baiknya ummat , dilahirkan untuk (kemaslahatan )manusia ,kamu mengajak kepada kebaikan ,dan kamu mencegah dari kemungkaran ,serta kamu beriman pada Allah.”
Di Dalam dua ayat (Ali Imron 104 -110 ) terdapat sebuah perintah kewajiban untuk berdakwah terdapat predikat khiru umat umat terbaik karena apa tidakm ada umat yang menyeru pada kebaikan dan beriman pada Allah ini menjadikan dasar yang kuat untuk berdakwah .Islam adalah agama risalah ,untuk manusia keseluruhan ( rahmatan lil ‘alamin) ,sedangkan umat islam adalah pendudkung amanah ,untuk meneruskan risalah dengan dakwah,baik sebagai ummat kepada ummat nyang lain ,ataupun selaku perseorangan ditempat manapun mereka berada,menurut kemampuan masing-masing.Dari dua ayat diatas jika disimpulkan bahwa dakwah dalam arti luas adalah kewajiban yang harus dipikul oleh tiap-tiap muslim dan muslimah tidak boleh kemudia umat islam meninggalkan dakwah.Dakwah dalam arti ma’ruf nahi mungkar adalah syarat mutlak bagi kesempunaan dan keselamatan hidup masyarakat,ini adalah pembawaan fitrah manusia sebagai “Sosial being”(mahluk ijtima’I )dan kewajiban yang ditegaskan oleh Kitabullah dan Sunnah Rasul,dan bukan sebuah monopoli .

4.QS Al –Baqoroh 129 (akhlaq dakwah)



Ahlak Tiang Dakwah
“Wahai tuhan kami dan bangkitlah diantara mereka seorang Rasul ,dari kalangan mereka ,yanmg menyampaikan kepada mereka kitab itu ,dan hikmah ,dan membersihkan mereka , karena sesungguhnya engkaulah yang Ggagah, Maha Bijaksana.(QS Al Baqoroh 129)
Setelah kita kaji dari ayat ini dan melihat perkembangan dakwah ,bagaimana besarnya daya tarik lisanul-hal dan uswatun hasanah dibidang dakwah .Tarikan “bahasa” ibarat tarikan magnet terhadap apa yang bersifat logam ,yang bermutu tinggi atau yang tidak..Sumber tenaga bagi daya tarik itu tidak lagi terletak pada Ilmu,dan tidak pada hikmah hanya merupakan jalan pembuka.Sumbertenaga sendiri terdapat pada Akhlaq pribadi dari pembawa dakwah sendiri.Bagimana akhlaq rasullulah sehingga islam dapat berkembang ketika zaman jahiliyah saat itu .Ini merupakan kunci kesuksesan dakwah Nabi Muhammad SAW.

5.Qs Ali Imron 105 (Prinsip Berdakwah)


105. Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai
dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada
mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang
berat,
6.QS Ali Imron 109 (kelebihan umat islam dari yang lain)



109. Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan
kepada Allahlah dikembalikan segala urusan.

Kelebihan umat islam dari umat yang lain.













BAB IV
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Dari analisis pembahasan diatas dapat tersimpul bahwa Manajemen pres dakwahsangat membatu dalam menambah suksesnya dakwah yang dilakukan oleh juru dakwah dalam menyebarkan ,memberi informasi tentang islam secara luas dan onlen,dengan manajemen kegiatan dakwah menjadi tertata terarah sehingga dapt memprediksi tujuan baik sifatnya jangka panjang maupun jangka pendek ,dengan klaborasi pres ,manajemen, dan dakwah seorang dai akan lebih efisien dalam berdakwah tidak terlalu membuang-buang tenaga,jangkauan dakwah lebih luas sehingga peluang lebih besar,selain dibutuhkan klharismatik seorang juru dakwah karena ia sebagai suri tauladan ,uswah hasanah bagi umat dalam berperilaku dan bersikap.
Dibutuhkan sekali kadr-kadr muda yang dibekali ilmu tehnologi dalam membuat gebrakan spektakuler dakwah khususnya melalui media masa / pres tetapi tidak moderat dapat melihat situasi dan kondisi dimana ia bertempat.
Terkadang seorang da’i dalam suatu lingkungan memerlukan banyak metode dan pengombinasiannya, karena kemungkinan di sana ia menemukan segi-segi penting yang tidak jelas dalam kajian kemasyarakatannya, atau tidak tampak bagi dia hal-hal yang seharusnya ia ketahui sehingga ia berdakwah tidak dapat sambutan dari mereka. Maka ketika itulah , ia harus mengintropeksi diri dan dan mengubah metode. Hal ini ia lakukan terus-menerus sampai berhasil.
Dengan mengkaji perundang –undangan dakwah seorang dai akan lebih mengetahui kaidah –kaidah yang berlaku dimasyarakat baik yang sifatnya norma maupun perundang-undangan yang sah karena negara ini semua ada undang –undangnya sekalipun itu mengajak kepada kebaikan dan meninggalkan kemungkaran mengingat sejarah bangsa ini yang begitu kelam.
Jika seorang dai menerapkan konsep,komponen diatas dakwah islam akan mencapai tujuan yang diharapkan sehingga budaya islam sendiri kembali mmengeliat paling tidak merubah peradaban itu sendiri.

B.PENUTUP
Taklupa kami sampaikan terimakasih atas berbagai fihak khususnya dosen pengampu yang senantiasa memberikan motifasi sehingga tugas ini dapat selesai walaupun masih ada beberapa yang perlu disempurnakan ,untuk itu saran dan kritik yang kontruktif demi kesempurnaan tugas ini selalu kami harapkan ,tak ada gading yang retak sama seperti manusia yang banyak kekurangan yang perlu adanya pembenahan agar dapat meminimalisir kekurangan tersebut,teman teman Akademik yang membantu pengumpulan data yang sehingga makaljh ini dapat terwujud tanpa ada sebuah sumbang suh dari teman-teman muskil makalah ini selesai.
C. DAFTAR PUSTAKA
 Ruslan ,rosadi(1995),Praktik dan Solusi Publik Relation dalam situasi Krisis dan pemulihan Citra,Ghalia Indonesia:
 Prinsip dan Kode Etik Dakwah, Akademika Presindo,Jakarta,2002.
 M.Natsir. Fiqhud Da’wah, Ramadhani
 Drs.Brantas ,M.Pd, (2010) Dasar-dasar Manajemen,Bandung,Alfabeta.
 File:///F;/ Kemerdekaan Pres dan Pencemaran Nama baik ,Dunia Anggara,19/06/2010
Asep Syamsul M. Romly, Jurnalistik Dakwah; Visi dan Misi Dakwah bil Qalam, Bandung: Remadja Rosdakarya, 2003