Rabu, 08 Desember 2010

Ngelu torekoh metode pendekatan pada Allah

Hawya pegat ngudiya Ronging budyayu
Margane suka basuki
Dimen luwar kang kinayun
Kalising panggawe sisip
Ingkang Taberi prihatos
Janganlah berhenti, selalu berusaha berbuat kebajikan,
agar mendapat kegembiraan, keselamatan,
tercapai segala cita-cita, dan terhindar dari perbuatan yang bukan-bukan
Sedang caranya haruslah dengan gemar prihatin.
Kerajaannya adalah Surakarta......Ia adalah pengamal tarekat Naqshbandhi, yang pola lakunya menggunakan dzikir sirri ism dzat pada ketujuh titik lathaif......

Oleh karena itu dalam kebanyakan spiritualitas Jawa ada pepatah yang mengatakan
Rasa iku anane neng ati (qolb )
Sak njerone rasa ono rasa sejati (ruuhi)
Sak njero rasa sejati ono sejatining roso (sirri)
Sak njero sejatining roso ono roso sejatining roso (khafa)
Sak njerone roso sejatining roso ono azimat (akhfa/azimat)

Ajaran ini adalah ajaran tasawuf yang di-Jawakan....

Juga sering pula dikatakan golekana sejatining jowo, jowo sejati.....

Jowo sejati dan sejatining jowo tidak lain adalah sejatinya manusia atau jati diri orang Jawa.....

Kalao dalam ajaran spiritual Jawa ada pula :

Sugih tanpo bondho
Nglurug tanpo bolo
Menang tanpo ngasorake
Dhigdhoyo tanpo ajimat (azimat)

Azimat inilah adalah Cahaya di atas Cahaya yang berada dalam qolbu manusia, dan Cahaya di atas Cahaya (Nuur di atas Nuur) adalah Nuur Muhammad (dalam islam). Barangsiapa telah mendapatkan ajimat sejati ini, dia tidak membutuhkan kesaktian apa-apa, karena Nuur ini telah ada sejak sebelum Adam diciptakan.....

"Wahai Rasulullah, sejak kapa Engkau menjadi Rasul ?"....."Sejak Adam berada diantara ruuh dan jasadnya aku telah menjadi Rasul (Nuur)." Karena kalau kita memahami Esensi Muhammad (Haqeqatul Muhammadiyyah), maka sebenarnya kita tidak usah membabi buta membabat agama lain dan kebatinan Jawa, karena sebenarnya Kebatinan Jawa juga mencapai Nuur di atas Nuur tersebut melalui sufi-sufi yang kemudian dikenal sebagai ahli gnostik, ma'rifat dsb
llahLaku prihatin sebenarnya merupakan derivat dari laku spiritual yang universal......

Namun, di Jawa sebagian besar adalah dari para sufi-mursyid Jawa.....seperti halnya Ronggowarsito

Ada banyak pola laku, namun kesemuanya tidak lain dan tidak bukan adalah mengasah hati agar sampai pada derajat keterjagaan spiritual.....

Pemahaman keterjagaan spiritual ini sangat penting, terutama agar orang bisa memahami ayat-ayat kehidupan dalam realitas yang kita lihat.....

Semua yang kita lihat di luar (persepsi yang kita lihat) akan suatu kejadian akan sangat bergantung pada tingkat persepsi kita dalam memahami realitas....

Misalnya, jin itu memang ada sebagai makhluk subtle, makhluk halus, namun hanya orang yang bisa melihat dalam ranah energilah yang bisa melihat kemaujudannya....Udah barang tentu bentuk visualisasinya bisa sama ataupun beda antara satu dengan yang lain.......Kemampuan ini disebut ESP (Extra Sensory Perception) atau persepsi sensor ekstra atau disebut juga indera keenam......

Hal inilah yang menjadi alasan perbedaan para paranormal dalam melihat realitas jin.....

Namun perlu untuk diingat, diatas realitas subtle atau halus atau energi, terdapat realitas yang lebih tinggi lagi, yaitu ranah alam malaikat atau jabaruut (dalam bahasa Arab)....Nah untuk melihat realm ini harus menggunakan indera yang lebih halus lagi, yaitu indera sirri atau kalau dalam tingkatan qolbi adalah rasa sejatining rasa......Yang dalam istilah Syaikh Haqqani dalam situs nurmuhammad.com disebut sebagai HSP (High Sensory Perception) yang tingkatannya bisa lebih halus dibandingkan ESP yang "hanya" merupakan "bonus" dari kelima indera......

Sering sekali orang awam tidak memahami hal itu sehingga orang yang masih dalam tingkatan ESP sudah spiritualis, inilah yang sering mengakibatkan muculnya perawan hamil karena dukun, kyai gadungan dan lain sebagainya.....

Biasanya orang yang sudah bisa melihat dengan HSP biasanya tidak pernah koar-koar, bahkan malah menjalani kehidupan normal seperti manusia yang lain.....Misalnya seorang Direktur Utama di sebuah perusahaan bisa memiliki HSP karena derajat keimanannya kepada Tuhan......Meski ia tahu semua kebusukan orang di sekitarnya, namun ia tetap diam saja karena sesungguhnya kebusukuna-kebusukan itu merupakan realitas-realitas ujian baginya.......

Disinilah sang Direktur itu menjalankan TOPO NGRAME, yaitu bertapa atau laku spiritual dalam kehidupan ini dalam kondisi/di tengah keramaian.......

AKhirul Kalam, kesemua hal yang kita lakukan sebenarnya adalah laku spiritual itu sendiri menuju keterjagaan spiritual.....
Keluarlah dari duniamu, karena duniamu adalah belenggu dan penjara....bagi orang beriman, dunia adalah penjara......Keluarlah dari persepsi-persepsimu mengenai dunia dan dunia yang ada dalam diri kamu, karena dunia itu hanyalah ciptaanmu sahaja....Tempat kembali adalah Allah, Yang Maha Pencipta, yang menciptakan segala pencipta dunia dan pencipta dunia-dunia itu adalah manusia......

Keluarlah dari fikiranmu, karena fikiran itu adalah setan yang menghalangi engkau untuk melihat Allah.....Namun gunakanlah ‘aql dan ‘ilm dalam hidup dan dalam mencapai ma’rifat, karena seorang sufi pernah mengatakan bahwasanya, “Ma’rifat hanya dapat dicapai melalui qolb, syaratnya adalah ‘aql”........

Dunia hanyalah permainan dan sendau gurau belaka, gojek, dolanan, karena ga ada bedanya dengan permainan ilusi dan sulapan......Dunia itu yang menciptakan adalah diri kamu sendiri melalui permainan........DUNYA, Dal-Nun-Ya, Dal adalah Dhairah atau lingkaran, Nuun adalah Nuur atau Cahaya, Ya adalah Pengetahuan/Keyakinan....Suatu tempat dimana manusia mencari Cahaya Keyakinan dalam lingkaran yang berputar melingkar, tidak ada awal-tidak ada akhir....Dan hanya manusialah yang mengakhirinya....

Dunia bukanlah masalah disana, disebelah kanan maupun diluar, namun dunia itu terletak dalam persepsi kita dalam melihat apa yang kita lihat......Realitas yang kita lihat itulah dunia, maka keluarlah dari dunia menuju Realitas yang sebenarnya dengan tetap melihat dan berperan dalam apa yang seharusnya engkau lakukan......

“Laa illaha ilallahu”, Tiada realitas selain Realitas

Terdapat sebuah pepatah yang mengatakan, ada empat hal yang tidak akan pernah bisa ditarik kembali :
(1) Batu, setelah ia dilempar (Momen Ruang-gravitasi bumi, momen Ruang-lemparan kita dalam Ruang-Waktu)
(2) Kata, setelah ia terucap (Ether)
(3) Kesempatan, setelah ia hilang (Momen dalam Waktu)
(4) Waktu, setelah ia berlalu (Waktu)

Demi waktu, seseungguhnya orang itu merugi, kecuali orang yang beramal sholeh. Kesemua tergantung kepada waktu, karena waktu tak akan pernah kembali. Apapun yang telah lalu hanya menjadi memori bagi kita, seraya kita memohon kepada Yang Kuasa kita memohon ampun kepada-Nya akan kesalahan kita di masa lalu. Tuhan itu Maha Pengampun, ia Maha Pengasih lagi Penyayang.

Tidak seperti waktu yang telah Ia ciptakan dimana di dalamnya terdapat momen-momen yang telah diaturnya sedemikian rupa agar kita memahami kapan bergerak dan tidak bergerak, kapan berkata dan tidak berkata. Di alam duniawiah, semua memiliki konsekuensi, dan konsekuensi-konsekuensi akan mempengaruhi takdir kita.

Sayyidina Ali ibn Abi Thalib perah berkata, “Kita bergerak dari satu takdir ke takdir yang lain”. Ia berkata pula, “Di dalam diri manusia terdapat semesta yang digulung”. Di dalam diri kita terdapat semesta yang digulung, dimana di dalam diri kitapun terdapat semesta beserta persepsi kita akan semesta tersebut yang menghasilkan dunia kita....Ya, dunia dalam diri kita dari mana kita melihat semesta ini. Waktu dalam semesta telah diatur oleh Allah melalui Qodar-Nya, ia memberi dan menarik sesuai dengan siklus yang telah ia buat di dalam alam semesta itu. Ia Maha Adil atas semua kesempatan yang diberikan-Nya kepada manusia dan makhluk-makhluk-Nya. Namun, kita sedirilah yang tidak adil kepada diri kita sendiri, karena persepsi yang kita buat dalam semesta kita. Allah telah mengatur siklus rizki, telah mengatur siklus waktu agar kita berfikir tentangnya.
Waktu, momen, kata, dan gerak tidak akan pernah kembali, oleh karena itu bagaimana kita menggunakan keempatnya dalam semesta yang senantiasa berputar pada porosnya inilah tergantung pada bagaimana kita melihat, mendengar, merasa, membau dan menyentuh obyek wujud.

Waktu aku berusia lima tahun, aku pernah bertanya pada orang yang lebih tua daripadaku, namun ia tidak menjawab, namun mengalihkan pertanyaanku. Aku bertanya, “Siapakah yang mencipta mobil dan pesawat, Tuhan atau manusia ?”. Pertanyaan yang nampak sepele dan orang dewasa sering sekali melewatkan pertanyaan ini, karena kalau dikatakan Tuhan yang membuat dimanakah Tuhan, kalau dikatakan manusia yang membuat karena emang secara fisik manusia yang membuat.....

Tuhan telah menetapkan semua Qodar akan yang ada di langit dan bumi, apa yang ada dalam semesta ini, namun apakah benar takdir itu ditangan Tuhan ? Ataukah lebih tepatnya Qodar atau kadarlah yang ditangan Tuhan, namun karena manusia memiliki irodah dan bisa memiliki qudrah dalam kodratnya sebagai manusia atas idzin dari Tuhan melalui mekanisme semesta yanng juga diciptakan oleh Tuhan dalam cetak biru semesta, maka dapat dikatakan bahwa takdir itu ditangan Tuhan dan bukan di tangan Tuhan, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Arabi. Dan begitulah barangkali yang dimaksudkan oleh Sayidina Ali Karamallahu Wajhah, “kita bergerak dari satu takdir ke takdir yang lain”, namun atas idzin-Nya.

Sering sekali kita menyalahkan takdir atau mengatakan bahwa musibah itu ditangan Tuhan, namun sebenarnya Tuhanpun pernah berfirman, bahwasanya musibah itu tidak lain adalah karena kesalahan manusia itu sendiri. Dalam kehidupan ini kita disuruh berfikir secara melingkar mengenai segala sesuatu. Inilah yang kemudian kami sebut sebagai berfikir secara metakognitif......

Barangkali berbagai takdir-takdir buruk yang dialami oleh bangsa ini, juga karena kesalahan diri kita sendiri, dimana kecenderungan kesalahan itu sendiri berasal dari kecenderungan manusia serta dunia-dunia yang ia ciptakan di dalam dirinya....
Seperti konyolnya orang awam dalam menunggu Sang Ratu Adil untuk menyelamatkan bangsa kita dari takdir-takdir buruk...Bodoh dan tolol, karena membayangkan bahwa Ratu Adil itu terletak pada satu orang saja, dan lebih pada aspek personal......Nampaknya dunia-dunia yang tercipta dalam alam bawah sadar manusia selama ribuan tahun berkelindan dengan alam bawah sadar alam modern sehingga terciptalah harapan-harapan yang ( lebih kurang) tidak realistis.

Ketika jagad manusia berada dalam sistem kerajaan, dimana semua orang takluk pada raja dan rakyat hanya pasrah, orang bisa mengharapkan Ratu Adil berupa person atau manusia yang menggerakkan. Namun dalam kondisi dunia masyarakat yang berada dalam kondisi percaya-tidak percaya terhadap hal-hal mistis, apakah benar Sang Ratu Adil keluar dalam bentuk persona........Apakah Qodar Allah berubah, antara jaman dahulu dengan jaman sekarang ?

Cetak Biru Allah terhadap semesta itu berada di atas kemampuan logika formal manusia, Ia tidak berubah, namun manusialah yang memiliki sudut pandang yang berubah antara dulu-sekarang-masa yang akan datang. Hal itu mengakibatkan “Wahyu Ratu Adil” tersebut berubah bentuk, dari Persona kepada Ide, karena sebenarnya sang raja pada suatu wilayah “hanya” menjalankan perannya sebagai tempat keberadaan Ide hal inilah yang disebut sebagai WAHYU atau PULUNG. Keterbatasan manusia dalam memahami itu dijembatani oleh aspek persona dalam menerangkan suatu Ide, termasuk di dalamnya adalah Ide mengenai Sang Ratu Adil. Mungkin apabila ranah nusantara ini masih dipimpin oleh raja dengan raja sebagai wadah bagi suatu Ide yang kemudian memunculkan kultus persona, mungkin Tuhan melalui mekanisme semesta ini mengutarakan Ide Ratu Adil melalui someone. Tapi dengan syarat, kita bisa memutar jarum jam dan meletakkan kita kepada tradisi masa lampau penghimpun sistem masyarakat, yaitu adanya raja dan bentuk kerajaan. Esensi dari Ratu Adil tidak berubah, namun eksistensi-nya berubah......Kecuali kita bisa meluruskan sistem kognisi dan metakognisi serta membersihkan alam bawah sadar kognitif bangsa ini, maka bangsa ini tidak pernah akan melihat segala sesuatu secara jernih. Karena kejernihan dalam melihat dapat mempengaruhi bagaimana ia melihat dunia, bagaimana ia melihat dunia akan membentuk dunia di dalam manusia itu, dunia dalam manusia itu akan mempengaruhi apa yang keluar dari orang itu. Dan itulah takdirnya, karena kita bergerak dari satu takdir ke takdir yang lain, namun untuk melakukan itu, kita juga harus bisa menggeser dunia-dunia dalam manusia Nusantara, sehingga apapun yang keluar dari dunianya bisa memakmurkan bumi Indonesia.....

RATU ADIL ITU ADANYA YA.....DALAM DIRI KITA SENDIRI INI.....BUKAN MASALAH DI DIA ATAU DI MEREKA, NAMUN DI DALAM DIRI KITA MASING-MASING, NAMUN BISAKAH MENEMUKAN RATU ADIL ITU, DAN BISAKAH KITA MENERJEMAHKAN DAN MEMANCARKAN KE BUMI INI ????......ITULAH YANG MENJADI MASALAH
Orang Jawa sering mempertukarkan Kalam dan Qolam, sebagaimana dalam peristilahan yang dinisbatkan kepada Pena Penunjuk Sunan Giri atau disebut dengan Kalan Munyeng yang diartikan sebagai pena berputar. Kalau memang benar Kalam Munyeng dimaknai sebagai pena yang berputar seyogyanya diganti dengan istilah Qolam-Munyeng....
Mengacu pada ayat Al-Qur'an Surah Al-Qolam : 1
Nuun wa qolami wa maa yashturuun....."Nuun (dawat tempat tinta) dan Pena dan apa yang mereka tulis".....

Tulisan kejadian semesta, kejadian-kejadian, ayat-ayat hidup atau apapun merupakan hasil tulisan Pena di atas lembaran Lauh Mahfuzh, dimana Allah hanya mengucap "Qun", jadilah maka jadilah segala sesuatu.....


BLOG Kalam-Munyeng tidak akan berkutat makna sastra namun lebih banyak sebagai sharing ide mengenai kehidupan dan makna kehidupan.....

Mudah-mudahan kita semua bisa sharing mengenai hidup dan kehidupan, diantara gegap gempita tuntutan duniawi, pada malam hari sering kita merenung mengenai segalanya.....

Pada saat itulah, sebenarnya kita samar-samar mulai melihat Hasil Tulisan Pena dalam lembaran-lembaran dibalik realitas kehidupan.....

Marilah melihat kehidupan ini, dibalik profesi-profesi kita, dibalik semua suka dan duka kita, dibalik kesemua kejadian-kejadian di sekitar kita, cinta dan benci kita dalam melihat kejadian.....

"Iqra bismi Rabbikalladzi khalaq, khalaqal insaana min alaq".....

"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang mencipta, yang menciptakan kamu dari segumpal darah "
Mari kita baca dan renungi kehidupan ini bersama-sama......

Keluar dari keterkotak-kotakan duniawiah, dan kembali kepada keheningan, karena dalam keheningan ini kita bisa melihat segala ciptaan dengan jernih dan dalam kejernihan itu kita melihat Wajah Tuhan....."Inni wajahtu wajhiyya lilladzi fatarrasamawati wal 'ardl"

Hanya kepada Wajah Tuhanlah kita memandang, Tuhan Sang Pencipta Langit dan Bumi"......

Kaum bangsawan di Belanda menjulukinya Pangeran dari Tanah Jawa. Raden Mas Panji Sosrokartono, kakak R.A. Kartini, selama 29 tahun, sejak 1897, mengembara ke Eropa. Ia bergaul dengan kalangan intelektual dan bangsawan di sana. Mahasiswa Universitas Leiden itu kemudian menjadi wartawan perang Indonesia pertama pada Perang Dunia I.

Sosrokartono (1877-1952) adalah adik kandung Boesono. Keduanya adalah kakak RA Kartini, pahlawan emansipasi wanita yang setiap tanggal 21 April selalu dirayakan di seluruh pelosok Indonesia. Mereka adalah anak Bupati Jepara Raden Mas Adipati Ario Samingoen Sosroningrat untuk periode 1880-1905 dari perkawinannya dengan Ngasirah. Pasangan ini memiliki delapan anak.

Sosrokartono sering berpuasa. Jika tak berpuasa, ia jarang makan. Meski separuh lumpuh, ia masih menerima ratusan tamu yang datang dengan berbagai kepentingan, mulai dari sekadar meminta nasihat, belajar bahasa asing, hingga mengobati berbagai macam penyakit.

Pada setiap pengobatan, Kartono biasanya memberikan air putih dan secarik kertas bertulisan huruf Alif kepada pasien. Nasihat Eyang Sosro antara lain “Sugih tanpa banda / Digdaya tanpa aji / Nglurug tanpa bala / Menang tanpa ngasorake” (Kaya tanpa harta/ Sakti tanpa azimat/ Menyerbu tanpa pasukan/ Menang tanpa merendahkan yang dikalahkan).

Selama 29 tahun, Sosrokartono lebih dikenal sebagai seorang intelektual yang disegani di Eropa. Ia kerap dipanggil dengan sebutan De Javanese Prins (Pangeran dari Tanah Jawa) atau De Mooie Sos (Sos yang Tampan). Ia mengembara ke beberapa negara, kemudian menjadi wartawan perang. Ia juga pernah menjadi staf Kedutaan Besar Prancis di Den Haag, bahkan sempat menjadi penerjemah untuk Liga Bangsa-Bangsa.

Setelah melanglang Eropa sejak 1897, pangeran tampan dari tanah Jawa itu pun pulang. Ia ingin mendirikan sekolah sebagaimana dicita-citakan mendiang adiknya, Kartini. Ia juga ingin mendirikan perpustakaan.

Kartono kemudian menggalang dukungan dari kelompok pergerakan di Indonesia. Ia menemui Ki Hajar Dewantara. Bapak pendidikan itu lalu mempersilakan Kartono membangun perpustakaan di gedung Taman Siswa Bandung. Ia pun diangkat menjadi kepala Sekolah Menengah Nasional di kota ini.

Pada saat yang bersamaan, ia menyaksikan orang-orang kelaparan dan diserang berbagai macam penyakit. Kartono pun kemudian menjalankan laku puasa bertahun-tahun untuk merasakan apa yang juga diderita saudara-saudaranya. Ia juga menjadikan Darussalam sebagai rumah pengobatan.

Separuh badan Kartono lumpuh sejak 1942. Kartono mangkat pada 1952, tanpa meninggalkan istri dan anak. Ia dimakamkan di Sedo Mukti, Desa Kaliputu, Kudus, Jawa Tengah. Di sebelah kiri makam Kartono terdapat makam ibunya Nyai Ngasirah dan bapaknya RMA Sosroningrat.

Di dinding pagar besi di makam Kartono, terpasang tulisan huruf Alif dalam bingkai kaca seukuran 10R. Di bawahnya terdapat foto Kartono mengenakan setelan jas ala orang Barat. Di nisan sebelah kiri, tercantum kata- kata terpilih Kartono: Sugih tanpa banda, digdaya tanpa aji. Di nisan sebelah kanan tercantum kalimat: Trimah mawi pasrah(rela menyerah terhadap keadaan yang telah terjadi), suwung pamrih tebih ajrih (jika tak berniat jahat, tidak perlu takut), langgeng tan ana susah tan ana bungah (tetap tenang, tidak kenal duka maupun suka), anteng manteng sugeng jeneng (diam sungguh-sungguh, maka akan selamat sentosa).

Dalam beberapa tulisannya yang berisikan nasehat hidup, dia sering menggunakan nama Mandor Klungsu (Mandor Biji Asam Jawa) atau Joko Pring. Nama yang terakhir mungkin menunjukkan bahwa dia tidak menikah. Laku puasa, berdiam diri di ruang khusus, atau berdiri berjam-jam di malam hari merupakan wajah mistik RMP. Sosrokartono. Sampai sekarang masih banyak yang meneladani laku dan sikap hidup Pangeran dari Tanah Jawa ini. Bahkan ada yang mendirikan Yayasan Sosrokartono, untuk mengenang dan mendedikasikan gerakannya untuk Pribadi yang mulia ini
Nasihat Eyang Sosrokartono antara lain “Sugih tanpa banda / Digdaya tanpa aji / Nglurug tanpa bala / Menang tanpa ngasorake” (Kaya tanpa harta/ Sakti tanpa azimat/ Menyerbu tanpa pasukan/ Menang tanpa merendahkan yang dikalahkan).

Trimah mawi pasrah (rela menyerah terhadap keadaan yang telah terjadi), suwung pamrih tebih ajrih (jika tak berniat jahat, tidak perlu takut), langgeng tan ana susah tan ana bungah (tetap tenang, tidak kenal duka maupun suka), anteng manteng sugeng jeneng (diam sungguh-sungguh, maka akan selamat sentosa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar